Tekan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Pemprov Ajukan Perda

  • Jumat, 07 Oktober 2016 - 06:29:04 WIB | Di Baca : 1304 Kali
ibu-gubri-hadiri-peringatan PEKANBARU,SeRiau - Pemerintah Provinsi Riau mengusulkan Ranperda tentang Perlindungan Hak Perempuan dari tindak kekerasan dan pelindungan terhadap anak. Dengan adanya Ranperda ini nanti, maka diharapkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Riau tidak ada lagi. Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmad Hijazi mengatakan, Ranperda ini sangat penting melihat makin banyaknya kasus-kasus tersebut terjadi di Riau. Keseriusan Pemprov Riau ini terlihat dengan mengusulkan Ranperda (Rancangan peraturan Daerah) tentang Perlindungan Hak Perempuan dari tindak kekerasan dan pelindungan terhadap anak. Keberadaan Ranperda ini nantinya diharapkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi Riau berkurang drastis bahkan tidak ada lagi."Dengan meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahunnya, maka harus ada perhatian khusus dari pemerintah daerah Provinsi Riau," ujarnya pada rapat paripurna DPRD Riau pengusulan Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak, Senin (19/9/2016) lalu. Seperti diketahui, dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap perempuan sangat sering terjadi. Dari Data P2TP2A Provinsi Riau menunjukkan, dari tahun 2014 terdapat  361 kasus meningkat 2015 sebanyak 475 kasus dan tahun 2016 sebanyak 385 kasus angka kekerasan terhadap perempuan. Ahmad Hijazi menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik dalam kehidupan berumah tangga, di lingkungan tempat kerja dan berbagai kehidupan sosial masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan. Dikatakannya, Isu kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai masalah individu, padahal saat ini permasalahan kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi masalah global. Sehingga, Ranperda ini diharapkan dapat melindungi hak perempuan dari kekerasan. Dan upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi kekerasan termasuk pemaksaan dan perampasan kemerdekaan. Kaum perempuan yang ada di Provinsi Riau boleh berlega hati, terutama yang sering  mengalami kekerasan dari pasangan atau suaminya.  Kurun waktu tidak lama lagi, Riau bakal punya Perda Perlindungan Hak Perempuan dari tindak kekerasan yang saat ini Ranperdanya sudah diajukan ke DPRD Riau. Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Ahmad Hijazi dalam pidato pngantarnya mengatakan, adanya Ranperda ini nanti, maka diharapkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat terminimalisir. "Perda ini dipandang penting dalam menghindari kekerasan terhadap perempuan dan anak.  Terutama di Riau termasuk tingi kasus yang terjadi", sebutnya. Ditambahkan, upaya yang dilakukan dalam bentuk perhatian dan memberikan rasa aman, nyaman dari Pemerintah Provinsi Riau terhadap warganya.  "Ini salah satu bentuk pelayanan juga pada masyarakat dari Pemerintahnya.  Diharapkan kasus yang terjadi tiap tahunnya bisa diminimlisir", ungkapnya lagi. "Tidak hanya perlindungan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan kerja, namun termasuk perlindungan dari perdagangan manusia," terang Ahmad. Dijelaskan Sekdaprov Riau, Penanganan kasus terhadap perempuan dilakukan secara terpadu juga sudah ditangani komponen lain, seperti LSM dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Riau. Untuk menampung persoalan kekerasan perempuan ini, Hijazi mengatakan, Pemprov Riau sudah membentuk kelompok kerja baik itu yang difasilitasi oleh swasta maupun pemerintah. Pemprov Riau juga menfasilitasi keberadaan P2TPA yang sudah ada di 12 kabupaten/kota di Riau. Titik penting dalam Raperda ini adalah pencegahan, diharapkan kedepan, kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan bisa lebih diperbanyak lagi agar bisa menyentuh seluruh elemen masyarakat. Di tahun 2016, Kementerian PP-PA memiliki tiga program unggulan yang disebut sebagai 'three ends', yaitu end violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan end barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi). Melalui Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Riau, Pemprov Riau bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) lakukan Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha. Di tahun 2016, Kementerian PP-PA memiliki tiga program unggulan yang disebut sebagai 'three ends', yaitu end violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan end barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi). Menurut data Pusat Perlindungan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Riau dan Kabupaten/Kota, angka kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan signifikan. Tahun 2014 lalu tercata sebanyak 361 kasus, namun di tahun 2015 meningkat sebanyak 475 kasus. Sementara pada tahun 2016 hingga September ini, tercatat sebanyak 385 kasus. Dengan adanya Raperda ini merupakan pencegahan, diharapkan kedepan, kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan bisa lebih diperbanyak lagi agar bisa menyentuh seluruh elemen masyarakat. Untuk mencapai sasaran ini Pemro Riau melaui P2TP2A melakukan melalui tahapan-tahapan yang saling terkait, baik perencanaan, perlindungan, layanan dan pembiayaan, pengawasan serta sanksi. Ada empat fenomena penting yang dicermati dalam kaitan dengan Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak, termasuk korban Kekerasan. Menurut Kepala Dinas Sosial Pemprov Riau dan Ketua P2TP2A Riau Risdayati, empat fenomena itu seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak, dimana dari tahun ketahun jumlahnya meningkat dengan modusnya macam-macam. Kedua, banyaknya kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang didominasi oleh kaum perempuan yang terjadi akhir-akhir ini membutuhkan perhatian dari semua pihak terlebih adanya perlindungan hukum, peraturan dan kebijakan yang melindungi mereka. Ketiga, minimnya sarana dan prasarana rumah aman dan nyaman yang kondusif untuk korban kekerasan. Ketiga fenomena tersebut mengindikasikan semakin meningkatnya kompleksitas perilaku kekerasan yang korbannya adalah didominasi perempuan dan anak baik yang menjadi pekerja rumah tangga maupun yang selainnya. Keempat, anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental,kognitif, spiritual maupun sosial. Karena sifatnya, maka tumbuh kembang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang melindungi dari segala bahaya dalam bentuk pengasuhan yang optimal (Adv)





Berita Terkait

Tulis Komentar