Indonesia Sesalkan AS Veto Resolusi Antiterorisme di PBB

  • Selasa, 01 September 2020 - 21:12:23 WIB | Di Baca : 2239 Kali

SeRiau - Indonesia menyesalkan Dewan Keamanan gagal mengadopsi draf resolusi antiterorisme. Untuk diketahui, Amerika Serikat (AS) memveto draf resolusi antiterorisme yang menyerukan penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR) semua pihak yang terlibat dalam aktivitas terorisme.

"Sebagai negara yang juga menjadi korban sekaligus terdepan dalam memerangi terorisme, Indonesia gagal paham ketika dunia terus dikepung ancaman terorisme terhadap perdamaian dan keamanan dunia. Inisiatif penting yang menambahkan nilai dalam menangani ancaman serius ini belum diterima di Dewan karena pandangan yang tak bisa dipahami," kata Wakil Tetap RI untuk PBB Dian Triansyah Djani dalam keterangan di situs Kemlu, Selasa (1/9/2020).

Dian Djani menyebut draf resolusi itu dimaksudkan untuk memberikan panduan yang jelas bagi negara-negara anggota untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi PRR yang komprehensif, membangun aspek penuntutan yang kuat, memberikan rehabilitasi dan reintegrasi yang jelas dan praktis melalui pengembangan metode jangka panjang melawan ekstremisme kekerasan yang kondusif bagi terorisme.

Draf resolusi antiterorisme ini menyerukan negara-negara anggota untuk menangani kondisi yang kondusif bagi penyebaran terorisme, termasuk dengan mencegah radikalisme dan mendorong kolaborasi yang erat, peningkatan kapasitas dan berbagi pengalaman tentang penuntutan, rehabilitasi dan langkah-langkah reintegrasi, termasuk penyelidikan kriminal, penyelidikan bersama dan pencegahan radikalisasi di penjara. Draf resolusi juga meminta negara-negara anggota untuk mengembangkan alat penilaian dan risiko, metodologi standar dan mekanisme pengawasan.

PRR merupakan bagian integral dari pendekatan komprehensif dalam menyikapi ancaman teroris. Pendekatan ini disebut sangat penting dalam upaya kontraterorisme secara keseluruhan dan karenanya harus menjadi salah satu prioritas Dewan Keamanan. Tanpa tindakan PRR yang komprehensif, Indonesia menilai ada risiko signifikan teroris dapat jatuh ke dalam siklus residivisme yang tak ada habisnya.

"Resolusi PRR, jika diadopsi, akan menjadi alat kunci bagi Dewan dan semua negara anggota PBB serta sistem PBB untuk memiliki strategi yang komprehensif dan berjangka panjang dalam melawan aksi teroris dan ekstremisme kekerasan yang kondusif bagi terorisme dan mencegah terulangnya aksi teroris," kata Dian.

"Kegagalan Dewan mengadopsi resolusi penting ini bukan hanya melumpuhkan upaya kolektif kita untuk menghadapi ancaman terorisme, tetapi yang paling penting juga mengirimkan sinyal berbahaya bahwa Dewan, untuk pertama kalinya, tidak bersatu dalam perang melawan momok terorisme," kata Dian.

Faktanya, Dian mengatakan, inisiatif Indonesia dalam draf resolusi PRR itu mendapatkan dukungan luar biasa dari hampir seluruh anggota Dewan. Dian menegaskan ini merupakan bukti yang jelas dan kuat terhadap nilai dan substansi yang ditawarkan draf resolusi antiterorisme itu.

"Upaya kolektif kami untuk menemukan resolusi Dewan yang berarti tentang PRR tidak boleh berakhir di sini dan sekarang. Kami berpandangan bahwa ke depan isu penting seperti ini akan terus mendapatkan rasa hormat dan dukungan dari semua anggota Dewan, mengingat yang dipertaruhkan adalah keselamatan dan keamanan umat manusia," kata Dian.

Resolusi yang disponsori Indonesia itu memang mendukung pemulangan anak-anak militan ISIS, namun tidak mendukung pemulangan militan ISIS dan keluarganya ke negara masing-masing. Resolusi ini juga mendorong semua negara untuk bekerja sama mengatasi ancaman dari 'pejuang teroris asing' atau FTF.

Seperti dilansir Associated Press, Selasa (1/9/2020), AS menyebut resolusi itu tidak menyerukan pemulangan militan asing kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan keluarganya dari wilayah Suriah dan Irak yang kini menampung mereka di kamp-kamp penampungan. Menurut AS, pemulangan militan asing ke negara asal mereka merupakan 'langkah awal yang krusial'.

Duta Besar AS untuk PBB, Kelly Craft, mencetuskan bahwa resolusi itu 'seharusnya dirancang untuk memperkuat tindakan internasional terhadap kontraterorisme.' Craft menyebut bahwa resolusi itu 'lebih buruk daripada tidak ada resolusi sama sekali'.

Dalam pernyataannya menjelaskan kenapa AS menjatuhkan veto, Craft menekankan bahwa pemulangan dan pertanggungjawaban atas tindak kejahatan yang dilakukan militan ISIS dan keluarga mereka sangat penting agar mereka 'tidak menjadi inti dari ISIS 2.0'.

Karena pandemi virus Corona (COVID-19) masih merajalela, sebanyak 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB melakukan voting via e-mail. Hasilnya menunjukkan 14 negara mendukung resolusi itu dan hanya AS yang satu-satunya menolak. Hasil voting diumumkan oleh Presiden Dewan Keamanan PBB saat ini, Duta Besar Indonesia untuk PBB, Dian Triansyah Djani. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar