DPR Bantah UU Baru KPK Cacat Formil di Sidang MK: Masuk Prolegnas

  • Senin, 03 Februari 2020 - 18:49:36 WIB | Di Baca : 1199 Kali

SeRiau - DPR menjawab gugatan eks pimpinan KPK Agus Rahardjo dkk yang menilai UU Nomor 19 tahun 2019 cacat formil dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).

DPR yang diwakili anggota Komisi III, Arteria Dahlan, menyatakan UU KPK yang baru tidak cacat formil lantaran sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015-2019. Sementara di prolegnas 2019, masuk dalam daftar kumulatif terbuka. 

"DPR menegaskan RUU KPK perubahan kedua sudah masuk prolegnas prioritas 2019 dan telah masuk daftar prolegnas yang dapat dilihat di website DPR," ujar Arteria di sidang MK, Jakarta, Senin (3/2). 

"(RUU KPK di ) prolegnas 2015-2019 dalam daftar kumulatif terbuka masuk daftar urutan 36, prolegnas 2016-2019 urutan 63, prolegnas 2015 ke-6, prolegnas 2016 ke-37, (prolegnas) 2019 daftar kumulatif terbuka urutan ke-5. Jadi tidak benar tidak masuk prolegnas," lanjutnya. 

Arteria pun menegaskan DPR memiliki dasar dalam merevisi UU KPK. Ia menyebut alasan merevisi lantaran hasil Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK pada Februari 2018 tidak ditindaklanjuti komisi antirasuah itu.

"Dalam Pansus Hak Angket itu terdapat beberapa temuan krusial di KPK dan melahirkan beberapa rekomendasi yang hingga kini tidaak ditindaklanjuti terkait kelembagaan, kewenangan, tata kelola, SDM dan anggaran," ucapnya.

"Oleh karena itu pembentuk UU berdasarkan putusan MK Nomor 36 dan temuan yang tidak ditindaklanjuti itu merupakan suatu urgensi nasional terkait belum optimalnya pemberantasan korupsi dan banyaknya penyimpangan-penyimpangan di KPK. Oleh karena itu pengajuan RUU di luar prolegnas yang diajukan Baleg yang disetujui Menkumham sah secara hukum," lanjutnya. 

Dalam kesempatan itu, Arteria juga menjawab gugatan pemohon yang mempersoalkan keberadaan Dewas KPK. Arteria mengatakan, begitu banyaknya persoalan yang ditemukan Pansus Hak Angket, membuat anggota dewan menilai perlunya fungsi kontrol terhadap KPK dengan membentuk Dewas.

Ia menegaskan kewenangan Dewas yang berwenang memberi izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tidak akan mengurangi independensi KPK. 

"Dewas bukan dalam bentuk instansi atau lembaga di luar KPK, tapi Dewas scara inheren bagian dari internal KPK sebagai subsistem," ucapnya. 

Adapun mengenai kewenangan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan, Arteria menyatakan hal tersebut semata-mata untuk memberi jaminan perlindungan hukum dan perlakuan yang adil terhadap setiap warga negara dalam penegakan hukum. 

Dalam jawaban yang diberikan, Arteria juga menyinggung kedudukan hukum Agus Rahardjo dkk dalam perkara nomor 79/PUU-XVII/2019. Menurut Arteria, Agus Rahardjo dkk tidak memiliki legal standing lantaran bukan lagi pimpinan KPK.

"Pemohon hanya mengkhawatirkan eksistensi KPK ke depan. Sehingga saat nii sudah tidak ada lagi pertautan dengan perkara yang diajukan. Terlebih dengan memperhatikan kondisi objektif saat ini," tutupnya. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar