Alexander Marwata, Petahana di Tengah Pimpinan KPK Polemis

  • Jumat, 13 September 2019 - 08:22:06 WIB | Di Baca : 1005 Kali

 

SeRiau - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Alexander Marwata, kembali terpilih menjadi salah satu pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Alexander Marwata dipilih anggota Komisi III DPR RI untuk kembali memimpin KPK bersama unsur pimpinan baru: Irjen Pol Firli Bahuri, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar.

Alexander tercatat memperoleh 53 suara dalam proses pemilihan usai uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI, Kamis (12/9) tengah malam.

Dia merupakan pimpinan KPK petahana pertama yang kembali terpilih memimpin lembaga antirasuah itu lewat proses di DPR. Sejak KPK berdiri pada 2002 silam, belum pernah ada Pimpinan KPK petahana yang terpilih dua kali lewat proses pemilihan di DPR.

Sebelumnya, proses seleksi capim KPK yang diawal dari Pansel yang dipimpin Yenti Ganarsih terbilang menimbulkan polemik, di mana koalisi masyarakat sipil yang mendukung pemberantasan korupsi mempertanyakan nama-nama capim yang diusulkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke DPR. Tapi, nasi sudah jadi bubur, di mana Komisi III DPR telah menetapkan pilihan lima orang yang akan memimpin KPK untuk periode 2019-2023. Walhasil, Alexander pun menjadi petahana di tengah pimpinan KPK yang dipenuhi persoalan kontroversial

Selama proses uji kelayakan di DPR, ada sejumlah kejutan yang muncul dari ucapan Alexander. Misalnya tentang orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK hanyalah orang goblok.

Sebelum memimpin KPK, pria kelahiran Klaten pada 26 Februari 1967 itu dikenal sebagai hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta sejak 2012 hingga proses pemilihan pimpinan KPK periode 2015-2019.

Ia juga diketahui sebelum berkarier di pengadilan, bekerja lebih dulu di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) kurun waktu 1987-2011.

Latar belakang pendidikan Alexander adalah jebolan S1 Ilmu Hukum dari Universitas Indoensia, D IV jurusan akuntansi dari STAN Jakarta. Sementara itu, pendidikan menengah Alexander antara lain SMAN1 Yogyakarta (1983-1986) dan SMP Pangudi Luhur Klaten (1974-1980).

Saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI kemarin, Alexander menyatakan operasi tangkap tangan (OTT) tak bisa dihentikan begitu saja seperti yang kerap dikritik anggota dewan. Namun, ia sendiri menilai OTT bukan hal luar biasa.

Dia mengatakan, "Saya tidak begitu terkesan dengan kegiatan OTT di KPK meski saya ada di dalamnya. Tidak membutuhkan teknik yang rumit, kalau boleh saya katakan, hanya orang goblok saja yang kena OTT. Orang tidak capek [melakukannya]."

Alex menerangkan KPK sebenarnya sudah melakukan banyak program terkait pencegahan. Namun, kinerja pencegahan KPK tidak banyak diliput media massa dibandingkan kegiatan OTT.

Dia menyampaikan hal tersebut jadi salah satu kelemahan KPK saat ini. Komisi Antirasuah, menurut Alex, kurang bisa menggaet media massa terkait pencegahan.

Lebih lanjut, Alex juga menyampaikan pandangan terkait pencegahan. Menurutnya, KPK seharusnya juga mengutamakan pencegahan.

Alex memaparkan contoh kasus dalam sebuah pelelangan, KPK telah mengetahui ada potensi seorang pengusaha akan memicu korupsi. Ada dua pilihan, KPK melarang sang pengusaha ikut lelang atau membiarkan pengusaha ikut lelang sambil bersiap melakukan OTT.

 

 

 

 


Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar