Faisal Basri: Impor Minyak Mentah & BBM Jadi Biang Kerok Defisit Transaksi Berjalan

  • Jumat, 21 Desember 2018 - 18:54:35 WIB | Di Baca : 1182 Kali

SeRiau - Ketergantungan Indonesia pada impor minyak masih terus menghantui defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD). Impor minyak mentah dan BBM saja hingga November 2018 tercatat mencapai Rp 176 triliun.

Ekonom Faisal Basri menyebut, meski volume mulai terkurangi, namun volatilitas harga minyak di pasar global tidak dapat melepaskan kerentanan sektor ini. Konsumsi energi fossil di dalam negeri dan subsidi BBM yang sulit untuk dikurangi dalam tahun politik, dan menjadi jebakan ketergantungan fossil dan pembangunan ekonomi.

Kondisi ini juga memperparah pelemahan nilai tukar Rupiah yang juga terkena dampak dari kebijakan AS China dalam perang dagang.

"SDA kita sudah bukan merupakan berkah, tapi kutukan. Rupiah kan merosot terus, sumbangan sektor SDA tertinggi. Rupiah sudah terlemah sepanjang sejarah," kata dia dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/12).

Meski upaya pengendalian melalui perluasan penggunaan bahan bakar nabati atau B20 untuk shifting dari bahan bakar fossil ke biodiesel, namun sejumlah tantangan dan kendala masih dihadapi. Termasuk upaya untuk mendorong penukaran Devisa Hasil Ekspor (DHE).

"Kita telusuri kenapa defisit yang terjadi di CAD? di sektor barangnya masih surplus, tapi oilnya defsitnya gila. Meningkat luar biasa. Syukur kita masih punya gas sehingga tidak terlalu besar," ujarnya.

Padahal, sektor non migas sudah mengalami surplus. Namun karena defisit di sektor migas terlalu besar sehingga tidak mampu tertutupi oleh surplus tersebut.

Dia menyebut bahwa Indonesia bahkan sengaja mengurangi ekspor agar impor migas tidak terlalu banyak. Namun upaya tersebut tidak diimbangi pengelolaan penggunaan migas di dalam negeri sehingga defisit masih terjadi dan cukup besar.

"Ini ke enam kalinya sejak RI merdeka. Jadi kita jarang defisit. Nah itu disumbang migas ada Rp 176 tirilun defisit minyak saja. Jadi ekspor dikurangi impor. Jadi kita ada impor, tapi ekspornya luar biasa besar. Abis pendapatan devisa dari sektor pariwisata, abis disedot migas," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution angkat suara terkait dengan neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit. Menurutnya, defisit ini terjadi dikarenakan kebutuhan impor masih mendominasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Iya memang pertumbuhannya relatif lebih baik impornya jalan terus. Coba kalau kamu lihat selalu dominasinya adalah bahan baku, baru barang modal, barang konsumsi juga tapi tidak banyak berubah," kata Menko Darmin saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Kamis (15/11).

Menko Darmin mengatakan, meski secara global pertumbuhan ekonomi masih menunjukkan tren positif, namun untuk menggenjot ekspor diakuinya masih sulit. Beberapa sentimen seperti perang dagang pun kerap membuat ekspor menjadi melemah.

"Sehingga dalam situasi global yang ada sekarang di dalam ekonominya berjalan dengan relatif baik, tetapi ekspornya dengan gejolak yang ada kita keliatannya kesulitan, karena sebagian perang dagang," katanya.

"jadi ekspornya malah hanya beberapa saja tidak bisa mengimbangi pertumbuhan impornya," tambahnya. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar