PK Ahok Terancam Dimentahkan Mahkamah Agung

  • Kamis, 08 Maret 2018 - 06:44:31 WIB | Di Baca : 6526 Kali

SeRiau -- Peninjauan Kembali (PK) perkara kasus penodaan agama yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terancam dimentahkan Mahkamah Agung (MA). 

Ahok mengajukan PK tanpa disertai novum atau bukti baru. Pakar pidana asal Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda mengatakan berkas PK yang diajukan oleh seorang terpidana tanpa ada novum atau bukti baru tak akan dikabulkan majelis hakim MA.

"Karena enggak ada novum, ya enggak ada PK lah. PK itu jalan masuknya novum. Enggak ada PK yang dikabulkan cuma karena alasan yang lain, semua PK yang dikabulkan karena ada novum," kata dia kepada CNN Indonesia.com, Rabu (7/3).


Novum menjadi salah satu syarat pengajuan PK sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang MA.

Dalam berkas PK yang telah diterima MA, Ahok lewat kuasa hukumnya hanya menyertakan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung atas kasus ujaran kebencian bernuansa SARA dengan terdakwa Buni Yani dan kekeliruan dari majelis hakim yang menjatuhkan vonis terhadap Ahok.

Chairul menilai putusan perkara Buni Yani yang dilampirkan dalam memori PK Ahok tidak bisa dijadikan novum karena belum berkekuatan hukum lantaran yang bersangkutan mengajukan banding.

"Kan, Buni Yani mengajukan banding. Jadi sia-sia itu dijadikan bukti," tuturnya.

Sementara itu, lanjut Chairul soal penilaian kekeliruan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menangani perkara Ahok juga tak bisa dijadikan alat bukti baru.

Chairul menyatakan untuk menilai putusan majelis hakim yang memvonis Ahok dua tahun penjara itu keliru atau khilaf, harus diuji di pengadilan dan dengan mengajukan bukti baru.

"Yang bisa menyatakan khilaf itu pengadilan tingkat berikutnya, enggak bisa orang di luar pengadilan," kata dia.

Oleh karena itu, Chairul menilai langkah Ahok mengajukan PK atas perkara penodaan agama yang menjerat dirinya itu, sia-sia. Chairul menyebut bila proses persidangan berjalan normal, PK Ahok dapat dipastikan tak dikabulkan majelis hakim MA.

"Kalau normal-normal saja menurut hukum, sia-sia. Cuma, kan Ahok banyak pendukungnya, bisa jadi ada hal luar biasa, mana tahu," tuturnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sah-sah saja bila pemohon mengajukan PK, dalam hal ini kuasa hukum Ahok menyimpulkan ada kekeliruan majelis hakim PN Jakarta Utara.

Menurut Fickar, yang terpenting adalah argumen yang dibangun kuasa hukum Ahok harus berkaitan dengan pokok perkara penodaan agama.

"Argumen apapun yang dibangun pemohon PK untuk menyimpulkan ada kekhilafan hakim adalah boleh-boleh saja, sama sekali tidak ada larangan. Logikanya harus berkaitan dengan pokok perkaranya," ujarnya.

Dia mengatakan majelis hakim memiliki kebebasan untuk menilai berkas-berkas yang dilampirkan dalam memori PK Ahok. Untuk itu, Fickar meminta semua pihak untuk menunggu proses PK Ahok yang sudah masuk di MA.

"Menurut saya majelis hakim punya kebebasan untuk menafsir dalam menilai alat bukti yang menimbulkan keyakinannya bahwa seseorang itu bersalah melakukan tindak pidana," kata dia.

Memori PK Ahok telah diterima MA dari PN Jakarta Utara pada Selasa (6/3). Saat ini, berkas PK Ahok telah dilimpahkan ke panitera muda pidana. Pemeriksaan berkas PK selanjutnya akan diproses untuk penunjukan hakim.

Humas PN Jakarta Utara Jootje Sampaleng sebelumnya menyatakan pengajuan PK Ahok tersebut dipastikan tanpa novum.

Ahok divonis penjara dua tahun oleh PN Jakarta Utara pada 9 Mei 2017 atas kasus penodaan agama. Dia langsung ditahan meski sempat mengajukan banding.

Ahok yang menjalani kurungan penjara di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok tersebut kemudian mencabut memori bandingnya. 
(sumber CNN Indonesia)





Berita Terkait

Tulis Komentar