2 WNI dibebaskan dari hukuman mati di Arab Saudi

  • Senin, 04 Juni 2018 - 14:12:36 WIB | Di Baca : 1126 Kali

SeRiau - Dua WNI asal Sumbawa, NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Banding Arab Saudi menolak tuntutan qisas terhadap keduanya.

Pembebasan ini dilakukan atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Duta Besar dan para diplonat KBRI Riyadh. Keduanya menyampaikan ucapan terima kasih karena pemerintah telah mengupayakan pembebasan ini.

Keduanya kini sudah dibebaskan dari tahanan dan sempat melakukan pertemuan dengan para staf KBRI Riyadh, dan 300 WNI ekspatriat lainnya dalam sebuah acara buka puasa bersama di aula KBRI Riyadh. Rencananya pemerintah akan segera melakukan pemulangan terhadap dua WNI tersebut.

"Kami akan memulangkan dua WNI tersebut. Rencananya mereka akan tiba di Sumbawa pada 7 Juni mendatang. Nanti akan kami beri keterangan lebih lanjut mengenai ketibaan mereka," kata Direktur Perlindungan WNI dan badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, melalui pesan singkat diterima merdeka.com, Senin (4/6).

Berdasarkan keterangan diperoleh dari Kementerian Luar Negeri RI, kasus ini bermula saat keduanya ditangkap oleh kepolisian Saudi pada 27 Desember 2014 lalu, atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir atau santet terhadap anak majikan mereka sehingga menderita sakit permanen.

Selain itu, keduanya juga menghadapi tuduhan bersekongkol membunuh ibu majikan mereka, Hidayah binti Hadijan Mudfa al-Otaibi, dengan cara menyuntikan sebuah zat dicampur insulin ke tubuh korban yang menderita diabetes.

Selama masa penahanan, KBRI Riyadh terus melakukan upaya pendampingan hukum bagi keduanya di setiap persidangan dan secara rutin melakuka kunjugan untuk memberikan pembekalan dalam menghadapi proses pemeriksaan.

Pada sidang ke-10 tepatnya pada 20 Februari 2016, Pengadilan Pidana kota Dawadmi memutuskan perkara kasus sihir dengan menjatuhkan hukuman ta'zir (dera). Putusan tersebut didasarkan bukti pengakuan kedua WNI saat di penyidikan yang dilegalisasi pengadilan.

Namun pada persidangan 10 Agustus 2017 lalu, Pengadilan memutuskan untuk menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI dengan alasan karena salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi mencabut hak tuntutan qisas terhadap kedua WNI tanpa menuntut konpensasi apapun.

Duta Besar Maftuh Abegebriel menyatakan bahwa tuntutan qisas harus dilakukan secara konsensus di antara para ahli waris korban. Apabila ada salah satu anggota keluarga mencabut maka tuntutan tersebut menjadi gugur. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar