DPR RI Minta Hentikan Eksekusi Lahan Rakyat di Gondai, Pelalawan

  • Selasa, 04 Februari 2020 - 14:57:44 WIB | Di Baca : 1286 Kali

 

SeRiau - Kisruh lahan di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau terus berlanjut dan sampai ke parlemen Senayan. Menanggapi kisruh itu Anggota Komisi III DPR RI (Komisi Hukum) meminta agar penyerobotan lahan rakyat di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau, segera dihentikan mengingat perbuatan itu telah mencederai hukum dan melukai hati rakyat.

Hal itu disampaikan Anggota DPR RI yang juga Politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan saat meninjau langsung lokasi lahan yang telah dieksekusi dan diserahkan PT Nusa Wana Raya (NWR) yang merupakan anak perusahaan penyuplay akasia PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Grup APRIL di Desa Gondai, Senin (3/2/2020) malam.

"Kami melihat ini pertarungan dua gajah yang mengorbanan masyarakat kecil. Kasihan polisi dan pemerintah jangan mau untuk dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu pihak," kata Arteria.

Untuk itu Arteria  minta semua pihak, termasuk Komisi III DPR RI agar menghormati putusan pengadilan baik putusan pengadilan tingkat pertama, maupun putusan mengadilan kasasi oleh Majelis Hakim Agung. "Akan tetapi kami juga ingin memberitahukan kepada semua pihak, bahwa ini bukan barang baru, di antara mereka dan di antara rakyat, berhubungan dengan pelaku pemilik tanah dan pengusaha," ujarnya.

Apalagi tambah Arteria, rakyat sudah membayar pinjaman ke bank dan sudah melakukan kegiatan pemanfaatan atas hasil perkebunan, dengan demikian tidak dapat diputus melalui putusan yang sedemikian merugikan itu. "Kami juga menghormati dan meminta betul, agar dapat mengetuk hati semua pihak, untuk lebih arif dan bijaksana didalam menyikapi putusan kasasi MA," ucapnya.

Jadi semua pihak jangan bicara menang-menangan tentang hukum, namun harus bicara bagaiamana hukum itu adalah sumber kebajikan dan kepastian serta sumber daripada rasa keadilan masyarakat. "Saya tidak melihat hadirnya keputusan keadilan, keputusan hukum yang berkeadilan, yang bisa dirasakan oleh masyarakat yang ada di sini," kata Arteria.

Mudah-mudahan, lanjut dia, semua pihak bisa mengambil jalan penyelesaian untuk upaya yang lebih baik dan kegiatan yang namanya menyerobotan tanah perkebunan plasma dihentikan dulu. "Saya mohon semuanya termasuk PT NWR dan penegak hukum serta teman-teman kepolisian dan juga teman-teman yang melakukan kegiatan eskavasi untuk membaca betul putusan pengadilan tingkat kasasi," ungkapnya.

Putusan tersebut menurut dia adalah putusan urusan pidana untuk badan hukum perusahaan." Jadi tidak serta merta dengan hadirnya putusan tersebut kemudian PT NWR bisa dengan begitu seenaknya meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta meminta teman-teman kepolisain untuk melakukan kegiatan di dalam areal ini. Saya hanya cari jalan titik tengah, kita akan coba komunikasikan Kapolda juga dengan Kajati Riau," ujarnya.

Komisi III tidak melakukan intervensi hukum namun mencari jalan keluar yang terbaik, semua pihak harus bisa melihat betapa festivalisasi kekuasaan dihadirkan di tanah ini.

Hal ini yang menurut dia tidak bisa diterima, kasihan polisi, karena Polda Riau ini orangnya baik-baik, jangan sampai negara kalah oleh pengusaha, jangan sampai negara kalah oleh penguasa. 

Untuk itu semua pihak harus mengedepankan keberpihakan kepada rakyat banyak, dan juga harus menjadi patriot-petriotnya rakyat. Mudah-mudahan ada jalan keluar, mudah-mudahan juga  situasi di daerah ini bisa tetap terjaga dengan baik.

"Kami turut mendesak DPRD Riau untuk memanggil DLHK, memanggil NWR dan PSJ. Harus ada jalan keluar, dan harus ada solusi terbaik dalam tempo yang sangat dekat ini," katanya.

Arteria kembali mengingatkan, jangan sekali-sekali perusahaan menggunakan tangan kepolisian untuk melakukan prilaku-prilaku kotor, untuk melakukan aksi-aksi yang mencederai kepentingan dan hati rakyat.

Untuk diketahui, saat ini DLHK bersama NWR telah mengeksekusi lebih 2.000 haktare lahan milik masyarajat dan PSJ dalam tempo kurang dari 15 hari. Sebanyak seratus alat berat diturunkan untuk membabat habis 3.300 haktera lahan masyarakat di Desa Gondai yang menjadi mata pencaharian masyarakat tenpatan.

Bahkan pagi ini, dari ratusan alat berat yang berada di lokasi, tujuh di antaranya masih bekerja meratakan lahan masyarakat di Desa Gondai.  Hal ini di sesalkan Asep Ruhiat selaku kuasa hukum  KUD bahwa alat berat masih beroprasi, untuk itu pihaknya berharap untuk dihentikan karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat/rakyat. (rilis)





Berita Terkait

Tulis Komentar