Pemilu 2019, Pemilu yang Membawa Petaka untuk Petugas

  • Sabtu, 27 April 2019 - 08:54:32 WIB | Di Baca : 1065 Kali

 


SeRiau - Petaka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti: bencana; kecelakaan. Kata ini relevan disandingkan dengan Pemilu 2019. Petaka terjadi di Pemilu 2019. Ratusan petugas pemilu meninggal, ribuan jatuh sakit.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis data petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 berjumlah 230 orang. 1.671 petugas sakit.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhli Ramadhanil mengatakan bentukan pemilu serentak berawal dari amanat UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam teknisnya, Perludem mengakui bahwa beban petugas KPPS menjadi sangat berat.

"Salah satu penyebabnya berkaitan dengan sistem pemilu, khususnya jadwal pemilu ya," ucap Fadhli saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/4).

Diketahui, Pemilu 2019 berbeda dengan sebelumnya. Masyarakat diberikan lima surat suara sekaligus untuk dicoblos di TPS. Kelimanya yakni surat suara capres-cawapres, caleg DPR, caleg DPRD provinsi, caleg DPRD kabupaten/kota, dan calon DPD.

Berbeda dengan 2014 lalu, ketika pemungutan suara caleg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DPD dilaksanakan beberapa bulan terlebih dahulu. Setelah itu, baru pemungutan suara capres-cawapres dilakukan.

Akibat pelaksanaan pemungutan suara yang serentak itu, lanjut Fadhli, tugas anggota KPPS menjadi sangat berat. Tugas mereka pun tidak bisa ditunda meski kelelahan telah menyelimuti raga.

Berdasarkan UU tersebut, tugas KPPS adalah melaksanakan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS pada hari H. Itu diatur dalam Pasal 60 butir c. Anggota KPPS maksimal berjumlah 7 orang menurut Pasal 59 ayat (1). Pada situasi ini, sudah ditegaskan bahwa jumlah petugas memang dibatasi.

Kemudian, dalam Peraturan KPU No 9 tahun 2019, KPPS harus menyelesaikan proses penghitungan suara maksimal pukul 12.00 WIB sehari setelah pemungutan suara dilakukan. Kewajiban itu tidak bisa ditunda. Lelah tidak bisa menjadi alasan keterlambatan proses penghitungan suara.

Sebagai ilustrasi, setiap TPS rata-rata menampung maksimal 300 pemilih. Ada yang kurang dari jumlah tersebut. Namun, andai ada TPS yang menampung 300 pemilih dan semuanya menggunakan hak suara, maka KPPS harus menghitung 1.500 suara dalam waktu 24 jam. Menurut Fadhli, beban itu sangat berat. Terlebih, KPPS juga tidak bisa menambah anggotanya untuk menggantikan anggota lain yang telah kelelahan. 

"Pemilu 5 kotak itu di luar batas kemampuan manusia bekerja. KPU juga harusnya juga sudah menghitung beban kerja KPPS ini dengan pemilih yang ternyata masih terlalu banyak per TPS, yang jumlahnya 300, " ucap Fadhli.

"Ini yang menyebabkan mereka bekerja hingga larut," lanjutnya.

Pekerjaan tanpa asuransi
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan hal senada. Pemungutan dan penghitungan suara serentak ala Pemilu 2019 memang sangat berat bagi KPPS. Dengan demikian, banyak anggota KPPS yang sakit dan meninggal dunia.

"Tentu karena faktor kelelahan baik secara fisik maupun psikologis," ucap Veri.

Veri lalu menekankan poin lain di samping mekanisme Pemilu 2019 yang begitu rumit karena dilaksanakan secara serentak. Poin itu yakni soal asuransi kesehatan yang tidak diberikan kepada anggota KPPS.

Veri menilai ketiadaan asuransi kesehatan juga menjadi faktor begitu banyak anggota KPPS yang meninggal dunia. Dia menganggap pemerintah dan DPR, selaku pembuat UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, tidak memperhatikan hal tersebut.

"Mestinya persoalan ini bukan hanya urusan penyelenggara, pemerintah dan DPR dalam mendesain pemilunya mestinya turut berhitung. Model pemberian asuransi dan lainnya," kata Veri.

 

 

Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar