Koalisi LSM Polisikan Kementerian Agraria soal Data HGU

  • Senin, 25 Maret 2019 - 22:32:09 WIB | Di Baca : 1139 Kali

SeRiau - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Advokasi Data Hak Guna Usaha (HGU) melaporkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kantor wilayah (Kanwil) Provinsi Papua dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Abdul Djalil ke Bareskrim Polri, Senin (25/3). Laporan dilakukan berkaitan sikap ATR/BPN yang tak kunjung membuka dokumen HGU lahan yang diberikan kepada para pengusaha.

"Dalam pengaduan kami mengadukan Menteri ATR/BPN terkait penolakannya membuka data HGU, menurut kami penolakan membuka data HGU adalah skema dari nasional dan pernyataan Menteri ATR/BPN mempertegas kecurigaan itu," kata Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonresia (YLBHI) Era Purnama Sari selaku pelapor, Senin (25/3).

Koalisi terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sawit Watch, Greenpeace, Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HUMA), TuK Indonesia, Auriga, Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan LBH Papua dan LBH Banda Aceh.

Pelaporan awalnya berdasarkan pada anggapan terkait beberapa putusan sengketa informasi publik di sejumlah daerah seperti Papua yang tidak kunjung dieksekusi lantaran masih mengacu pada Pasal 12 ayat 4 huruf i Perkap BPN RI No 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan BPN RI. Acuan itu terkait ada pengecualian keterbukaan informasi untuk buku tanah, surat ukur dan warkahnya.

Salah satunya adalah sengketa informasi publik di Papua, di mana Kanwil BPN Provinsi Papua diminta untuk membuka informasi HGU milik 31 perusahaan. Pada 28 Mei 2018, putusan sidang Komisi Informasi Papua menegaskan tentang keterbukaan informasi mengenai HGU milik 31 perusahaan itu. Namun putusan itu tidak kunjung dieksekusi. 

Sofyan Djalil pun menyatakan menolak membuka dokumen itu dengan alasan membahayakan kepentingan nasional. "Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyatakan menolak membuka HGU dengan alasan membahayakan kepentingan nasional, dalam hal ini melindungi industri sawit," tegas Era.

Oleh karena itu, Menteri ATR/BPN disebut tidak mematuhi putusan final sengketa HGU yang menyatakan informasi HGU merupakan informasi terbuka. 

Menanggapi hal itu, pada 11 Maret 2019, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah mengirimkan surat somasi kepada menteri ATR/BPN untuk membuka dokumen HGU itu. Namun, kata dia, tak kunjung ada tanggapan.

Atas dasar itu Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi Buka Data HGU pun melaporkan Kanwil BPN Provinsi Papua dan Sofyan berdasarkan ketentuan pidana sebagaimana tercantum pada Pasal 52 UU KIP dengan ancaman hukuman kurungan selama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 juta.

Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Bareskrim Mabes Polri pukul 11.00 WIB dan selesai membuat pengaduan pada pukul 19.40 WIB. Pengaduan itu diterima dengan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTL/221/III/2019 Bareskrim tertanggal 25 Maret 2019. 

Dalam laporan ini, Kanwil BPN Provinsi Papua merupakan terlapor. Namun, Sofyan Djalil tidak dicantumkan sebagai terlapor. Era menyebut hal itu hanya persoalan teknis.

"Soal tidak dicantumkannya Menteri ATR/Kepala BPN sebagai terlapor, merupakan persoalan teknis di Kepolisian yang menyesuaikan dengan putusan KI Papua, karena memang pintu masuk laporan ini melalui kasus Papua. Namun dalam pengembangan perkara sangat mungkin menjangkau Menteri ATR/BPN," jelasnya.

Sebelumnya, desakan kepada pemerintah untuk membuka semua dokumen HGU lahan yang diberikan kepada kalangan pengusaha kembali menguat. Pemerintah diminta untuk memenuhi putusan Mahkamah Agung yang sudah terbit sejak dua tahun lalu.

Melalui petisi online yang dibuat Forest Watch Indonesia yang dikampanyekan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), jumlah tanda tangan petisi telah mencapai lebih dari 55 ribu orang. Petisi online disampaikan kepada pemerintahan Jokowi dan Kementerian ATR/BPN, juga kepada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil.

"Harus dibuka semua dokumen HGU khususnya nama pemegang, lokasi, luasan, jenis komoditas dan peta area HGU, karena hal tersebut bukanlah bagian yang dikecualikan oleh UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," kata Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (20/2). (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar