Pakar Hukum Tata Negara: PKPU Larang Eks Koruptor Nyaleg Sesuai UU

  • Ahad, 09 September 2018 - 14:33:54 WIB | Di Baca : 1414 Kali

SeRiau - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan 17 dari gugatan 34 mantan narapidana korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Pemilihan Legislatif 2019. Namun, Pengamat Hukum Ahli Tata Negara Bivitri Susanti menilai keputusan Bawaslu jelas bertentangan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. 

Menurutnya, yang berhak memutus boleh atau tidaknya mantan koruptor maju menjadi caleg, hanyalah Mahkamah Agung (MA). Dalam hal ini, PKPU tersebut sedang digugat ke MA oleh beberapa bacaleg eks koruptor.

“Banyak pihak mengatakan pembatasan hak diatur dalam UU Pemilu. Yang perlu dilihat, PKPU 20/2018 sebenarnya masih dalam koridor UU. Makanya PKPU 20/2018 sudah sesuai UU Pemilu, dan peraturan perundang-undangan. PKPU 20/2018 sudah masuk berita negara, jadi enggak main-main juga. Untuk diketahui, banyak peraturan yang belum diloloskan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia),” ujar Bivitri dalam diskusi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (9/9).

Pakta Integritas yang tercantum di PKPU 20/2018 memang dijelaskan mengenai syarat bakal calon jika ingin mengajukan diri di Pileg 2019. Dalam pakta itu, bagi mereka yang berstatus mantan terpidana narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, juga korupsi, akan dikenakan sanksi administrasi berupa pembatalan bakal calon.

Aturan itu juga kembali ditekankan dalam Pasal 4 ayat 3: Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.

Sehingga, menurut Bivitri, PKPU 20/2018 sudah sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Pasal 8 tahun 2018. Selain itu, PKPU 20/2018 juga telah masuk ke berita acara negara yang diketuai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Melihat hal ini, Bivitri lantas menyinggung agar hakim MA melihat PKPU 20/2018 sebagai spirit demokrasi untuk melahirkan wakil rakyat yang bersih dan baik. Dia meminta MA ikut menentukan kualitas pemilu 2019. 

“Putusan tersebut juga dilihat terhadap realitas demokrasi kita, tidak hanya melihat norma, tapi juga spirit dan demokratis kita,” ujar dia.

"Lihatlah kenyatakan di masyarakat dan semangat proretifitas di MA. Semangat mereka di MA sangat progresif," tuturnya. (**H)


Sumber: kumparanNEWS





Berita Terkait

Tulis Komentar