Meski Status KLB Dicabut, Kematian Akibat Gizi Buruk di Asmat Terus Berlanjut

  • Senin, 12 Maret 2018 - 23:02:11 WIB | Di Baca : 1133 Kali

SeRiau - Status Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk di Asmat, Papua telah dicabut satu bulan yang lalu. Namun kematian anak akibat gizi buruk masih terjadi.

Berbagai kondisi, termasuk pemahaman orangtua, menjadi kendala kesehatan di lapangan. Status KLB akibat gizi buruk dan campak di Asmat dicabut sejak 5 Februari 2018. Tercatat korban meninggal mencapai 72 anak-anak, yakni 66 karena campak, dan enam karena gizi buruk.

Dari jumlah itu, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sebanyak delapan anak meninggal di rumah sakit, sementara sisanya meninggal di kampung. Namun pasca-KLB dicabut, masih ada anak-anak yang meninggal dunia akibat gizi buruk. Salah satunya adalah Priskila (5 tahun) yang meninggal pada 4 Maret 2018.

Kondisi pasca-KLB campak dan gizi buruk di Asmat

Selama KLB, berbagai penanganan kesehatan dilakukan pemerintah Indonesia. Antara lain memberikan vaksinasi terhadap lebih dari 10.000 anak Asmat yang ada di 224 kampung di 23 distrik, dan perawatan para korban di RSUD Agats.

Pasca-KLB, pemerintah juga masih melanjutkan program pemenuhan gizi dan pendampingan bagi keluarga yang anak-anaknya mengalami gizi buruk.

Ketika KLB dihentikan, di RSUD Agats ada 12 pasien yang masih dirawat inap, terdiri dari sembilan anak gizi buruk, dan tiga anak karena campak. "Sekarang juga masih ada beberapa anak," kata Nokir.

Menurut Nokir, para orangtua di Asmat sudah punya sedikit pemahaman soal manfaat pelayanan kesehatan. "Misalnya kalau anaknya sakit sudah langsung dibawa ke puskesmas atau rumah sakit," kata dia.

Senada dengan Nokir, Kolonel Muhammad Aidi mengatakan secara umum, kondisi di Asmat sudah membaik dan jumlah pasien menurun. "Tinggal pendampingan saja," kata Aidi kepada BBC Indonesia.

Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, menyebut campak dan gizi buruk ini disebabkan karena berbagai faktor, 40% disebabkan oleh lingkungan dan perilaku sosial yang berpengaruh pada kesehatan.

"Sosio budaya di sana, kebersihan dan kesehatannya masih rendah. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) masih jauh di bawah rata-rata nasional," kata Nila, dalam rapat konsultasi dengan DPR, bulan lalu.

Salah satu kendala yang dihadapi Asmat pasca dicabutnya status KLB adalah ketersediaan tenaga medis, terutama kedokteran. Dari total 16 puskesmas yang ada, sebagian besar tidak ada dokter.

"Sebagian besar puskesmas tidak ada dokter, cuma mantri dan suster saja," kata Kolonel Aidi.

Alasannya, "Rata-rata dokter tidak mau ditempatkan di pedalaman yang tidak ada infrastrukturnya," kata Aidi. Untuk itu, sementara dikirim tim kesehatan dari TNI dan Kementerian Kesehatan yang berdasarkan penugasan.

Infrastruktur transportasi juga menjadi kendala yang signifikan. Menurut Aidi, meski warga sudah punya kesadaran untuk membawa anaknya ke fasilitas kesehatan, namun mereka terhambat tranportasi.

"Jaraknya terlalu jauh. Butuh perjalanan lebih dari lima jam dengan menggunakan kapal untuk menjangkau mereka," kata Aidi. (*JJ)


Sumber: Okezone





Berita Terkait

Tulis Komentar