Kecewa Berat, Presiden Prancis Emmanuel Macron Tuding Pemimpin Lebanon Mengkhianati Janji
SeRiau - Presiden Prancis Emmanuel Macron sepertinya kecewa berat kepada pemerintah Lebanon karena gagal memenuhi tenggat waktu yang diberikannya untuk melakukan reformasi pemerintahan.
Macron bahkan menuduh para pemimpin Lebanon mengkhianati janji atas kegagalan mereka untuk membentuk pemerintahan setelah ledakan di pelabuhan Beirut.
Pada konferensi pers yang dilakukannya pada Minggu (27/9) waktu setempat, Macron mengatakan elit politik Lebanon telah memutuskan untuk 'mengkhianati' kewajiban mereka dan telah melakukan 'pengkhianatan kolektif' dengan gagal membentuk pemerintahan.
"Mereka telah memutuskan untuk mengkhianati komitmen ini (untuk membentuk pemerintahan)," kata Macron kepada wartawan, menyatakan dia "malu" terhadap para pemimpin negara.
"Saya melihat bahwa pihak berwenang dan kekuatan politik Lebanon memilih untuk mendukung kepentingan partisan dan individu mereka sehingga merugikan kepentingan umum negara," tambahnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Lebanon Mustapha Adib mengundurkan diri pada hari Sabtu (26/9) , dengan mengatakan bahwa dia tidak dapat membentuk pemerintah yang berpikiran reformasi.
Dalam kritiknya itu Macron juga mencela habis para pemain politik di Lebanon.
Selain itu, pemimpin Prancis itu juga mengirim peringatan tajam kepada kelompok Syiah Hiszbullah yang didukung Iran, yang terwakili dengan baik dalam pemerintahan yang akan keluar dan beberapa analis menuduh pemerintah menunda proses tersebut.
"Hizbullah seharusnya tidak berpikir bahwa ia lebih kuat daripada yang sebenarnya. Ia harus menunjukkan bahwa ia menghormati semua orang Lebanon. Dan dalam beberapa hari terakhir, ia dengan jelas menunjukkan sebaliknya," kata Macron.
Alih-alih memberikan sanksi langsung pemimpin Prancis itu kembali memberi waktu kepada para pejabat politik Lebanon empat hingga enam minggu untuk menerapkan peta jalannya, dan mengatakan dia akan berkomitmen untuk mengadakan konferensi donor untuk Lebanon pada bulan Oktober.
Macron, yang mengunjungi Lebanon dua kali setelah ledakan, berulang kali mendesak warga Lebanon untuk tidak membuang waktu lagi dalam membentuk pemerintahan.
Ledakan ratusan ton amonium nitrat pada 4 Agustus di pelabuhan Beirut menewaskan lebih dari 190 orang, melukai ribuan orang, dan merusak sebagian besar ibu kota.
Bencana tersebut memicu protes baru atas korupsi dan salah urus, mendorong kabinet sebelumnya untuk mundur. (**H)
Sumber: rmol.id