MENU TUTUP

Ahli Ungkap Konsekuensi Dokter Halangi Proses Hukum

Jumat, 11 Mei 2018 | 19:27:42 WIB | Di Baca : 1473 Kali
Ahli Ungkap Konsekuensi Dokter Halangi Proses Hukum

SeRiau - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Noor Aziz Said memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 11 Mei 2018. Noor Aziz menjadi ahli dalam persidangan untuk terdakwa dokter Bimanesh Sutarjo.

Dalam kasus ini, Noor Aziz diminta menjelaskan mengenai pasal menghalangi penyidikan yang didakwakan kepada Bimanesh. Pasal tersebut yakni Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Noor Aziz, perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 21 tersebut sudah dapat dikenakan kepada pelaku, meski upaya menghalangi penyidikan itu belum sampai berhasil dilakukan. Menurut Noor Aziz dugaan perbuatan pidana bisa disangkakan kepada pelaku, sejak perbuatan dilakukan.

"Soal berhasil atau tidak, itu adalah akibat, bukan unsur perbuatan pidana. Perbuatan di dalam Pasal 21 itu tidak harus tercapai dahulu," katanya menjelaskan.

Menurut Noor Aziz, Pasal 21 UU Tipikor termasuk dalam delik formil. Dalam rumusan pasal tersebut tak dijelaskan mengenai akibat, tetapi tujuan perbuatan menghalangi, mencegah atau merintangi proses hukum yang dilakukan penegak hukum.
 
Sementara itu, Noor Aziz menilai bahwa kalangan profesional seperti dokter dan pengacara dapat didakwa bila mengahalangi proses hukum yang sedang dilakukan penegak hukum.

Meskipun dilindungi regulasi internal maupun kode etik, menurut Noor Aziz, semua profesi dapat dikenakan sanksi pidana. "Profesional atau bukan, siapa pun kalau menghalangi, bisa kena Pasal 21," kata Noor Aziz.

Ia menjelaskan, subyek Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang.

Karena itu, seorang dokter dapat dikatakan menghalangi proses hukum bila melakukan tugas yang bertentangan dengan kewajibannya. Misalnya yakni dia merekayasa data medis, dan mengetahui sebelumnya bahwa pasien yang dirawat sedang bermasalah secara hukum.

Selama perbuatan seseorang memenuhi unsur pidana, maka akan ada sanksi hukum. Tidak ada alasan penghapusan pidana, sekalipun profesi orang ini diatur melalui kode etik dan aturan yang khusus.

Dalam kasus ini, Fredrich Yunadi didakwa tim jaksa KPK, bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo telah melakukan rekayasa medis agar Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau. Itu dilakukan guna menghindari pemeriksaan KPK. Waktu itu Setya Novanto masih tersangka korupsi proyek e-KTP, dan Fredrich sebagai pengacaranya. (**H)


Sumber: VIVA


Berita Terkait +
TULIS KOMENTAR +
TERPOPULER +
1

SE Kadisdik Riau Tentang Larangan Perpisahan di Hotel Dinilai Forkom Waktunya Kurang Tepat

2
Ketua TKD: Ini Kemenangan Masyarakat

Prabowo & Gibran Ditetapkan Jadi Presiden Wakil Presiden Terpilih

3

PT Putra Kemasindo di Sidak  Komisi IV,  Di Warnai Adu Mulut

4

ARA Perkuat Eksistensi Pendidikan di Provinsi Riau

5

Jalan Simpang SKA Di Perlebar, Ginda: Kita Dukung Semoga Cepat Terlaksana