Di Inggris, Buka Situs Porno Harus Pakai SIM atau Paspor

  • Ahad, 28 Januari 2018 - 18:13:04 WIB | Di Baca : 1787 Kali

SeRiau - Mengakses situs porno di Inggris tak lagi mudah. Aturan ketat tengah dicanangkan agar tidak sembarang orang bisa mengunjungi situs dewasa tersebut.

Dikutip detikINET dari Express, Minggu (27/1/2018), pengunjung situs porno telah diberi peringatan, dimana isinya dalam beberapa bulan ke depan mereka harus menunjukkan paspor atau SIM bila ingin menonton porno online.

Sejatinya, aturan ketatnya untuk mengakses porno di Inggris, sudah dibahas sejak tahun lalu. Itu ditandai dengan adanya Undang-Undang Ekonomi Digital yang disetujui oleh oleh Kerajaan Inggris. Aturan tersebut mulai berlaku April 2018 ini dan itu bisa berdampak pada industri porno.

Metode verifikasi usia menjadi perhatian di tanah Britania itu. Mereka yang masih di bawah 18 tahun dilarang mengakses video porno. Maka dari itu, memperlihatkan paspor atau SIM menjadi syarat utama bila ingin menikmati konten dewasa tersebut.

Melalui sistem bernama AgeChecked, sistem yang secara hukum menggunakan paspor, rincian kartu kredit, SIM, dan informasi lainnya untuk memverifikasi usia seseorang. AgeChecked juga diberlakukan untuk yang ingin mengunjungi situs porno.

"Dengan Undang-Undang Ekonomi Digital yang mulai berlaku April 2018, bisnis online perlu memberikan pertimbangan serius mengenai bagaimana mereka melihat usia pelanggan mereka," ujar CEO AgeChecked Alastair Graham.

Meski dengan maksud mengurangi maraknya anak-anak mengakses porno secara online, aturan verififkasi data pelanggan itu memungkinkan perusahaan porno membuat database dari pengunjungnya.

Itu dikhawatirkan dijadikan sasaran serangan siber, peretas bisa saja meretas situs porno, mengambil data, dan memeras pelanggan karena ketahuan sering mangkal di situs porno.

"Verifikasi usia dapat menyebabkan perusahaan porno membangun database kebiasaan pelanggannya di Inggris, itu rentan terhadap peretasan seperti yang terjadi di situs Ashley Madison," jelas Direktur Eksekutif Open Rights Group Jim Killock. 

 

 

 


sumber detik.com





Berita Terkait

Tulis Komentar