Terkait Kisruh Kopsa-M, PTPN V: Berhenti Umbar Fitnah

  • Kamis, 11 November 2021 - 14:24:49 WIB | Di Baca : 2029 Kali

 

SeRiau - Pengacara PT Perkebunan Nusantara V, DR Sadino meminta Ketua Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) versi kepengurusan lama, Anthony Hamzah beserta seluruh afiliasinya, termasuk Ade Armando melalui narasi di kanal youtubenya agar berhenti mengumbar fitnah terhadap perusahaan perkebunan milik negara yang beroperasi di Provinsi Riau tersebut.

Termasuk soal tudingan bahwa PTPN V menjual 400 Ha kebun masyarakat dan membebankan biaya pembangunannya kepada masyarakat tanpa meminta klarifikasi kebenarannya.

"Saya meminta saudara Anthony Hamzah berhenti mengumbar fitnah yang tidak sesuai dengan data dan fakta hukum yang benar. Sudah berulang kali saya tegaskan, tidak ada lahan petani atau masyarakat yang dimanipulasi atau diserobot, apalagi sampai PTPN V menjual kebun milik masyarakat, tidak benar sama sekali," tegas DR Sadino dalam keterangan tertulisnya di Pekanbaru, Kamis (11/11/2021).

Pakar hukum tersebut menjelaskan bahwa isu menyesatkan yang dihembuskan Anthony dengan seolah-olah berlagak menjadi korban tersebut, sangat mudah untuk dibuktikan ketidakbenaran hukumnya.

“Informasi dan opini yang dibentuk Anthoni menyesatkan. Antara PTPN V dengan Kopsa M adalah bapak angkat sekaligus avalis dengan pola kemitraan kebun KKPA (Koperasi Kredit Primer untuk Anggota) nya. Tidak ada satu jengkal pun tanah Kopsa-M yang dikuasai apalagi dimiliki oleh PTPN V, seluruh kebun masyarakat yang telah dibangun Perusahaan sejak 2001 lalu, dikuasai oleh Kopsa-M sendiri,” ujarnya lagi.

Dalam kesempatan itu, Sadino menjawab berbagai tudingan yang acap kali dilayangkan Anthony, penasehat hukum, dan afiliasinya melalui media massa. Mulai dari tuduhan PTPN V membangun kebun seluas 2.050 Ha, namun yang diserahkan hanya 1.650 Ha. Kemudian, tuduhan perusahaan melakukan kriminalisasi, hingga persoalan gaji pekerja Kopsa-M yang tidak terbayarkan karena PTPN V tidak mencairkan pembayaran penjualan tandan buah segar (TBS) dari areal Kopsa-M.

“Sekali lagi semua itu fitnah. Saya akan ungkap faktanya satu persatu. Fakta yang lengkap didasarkan pada dokumen dan telah terbukti di Pengadilan dalam bentuk Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dimana saudara Anthony menggugat ke PTPN V," tegasnya.

Sadino menceritakan bahwa Kebun Kopsa-M dibangun oleh PTPN V karena menjalankan program kemitraan perkebunan oleh pemerintah dan juga karena ada permintaan masyarakat Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar pada tahun 2001 silam.

“Sebagaimana pola KKPA, tanahnya dari masyarakat dan atas usulan dari masyarakat. Awalnya, luasan lahan yang disebutkan masyarakat untuk dibangun perkebunan mencapai 4.000 Ha. Dengan rencana peruntukan awal yang dijanjikan masyarakat rinciannya Kebun Kopsa-M 2.000 Ha, kebun inti 500 Ha, kebun sosial masyarakat Desa Pangkalan Baru 500 Ha, dan kebun sosial 1.000 Ha,” urai Sadino.

Namun setelah diukur, kenyataannya areal yang direncanakan itu tidak cukup. Sehingga dari tiga tahap pembangunan, yang terbangun adalah seluas 1.650 Ha kebun untuk Kopsa-M sendiri dengan jumlah anggota 825 petani yang diikat dengan tiga perjanjian. Berita acara penyerahan lahan juga berupa 1.650 Ha tanpa ada kebun inti yang terbangun.

“PTPN V tidak dapat kebun inti sama sekali seperti yang direncanakan di awal. Ada surat ninik namak (tetua adat) yang menyatakan areal tidak tersedia untuk kebun inti sehingga batal dibangun. Dengan ini klaim bahwa PTPN V membangun KKPA seluas 2.050 Ha tidak berdasar mengingat semua dokumen baik sertifikat yang dijaminkan ke perbankan, akta kredit, surat ninik mamak, berita acara pembangunan kebun semuanya konsisten menyebutkan 1.650 Ha untuk 825 Kepala Keluarga, bukan 2.050 Ha,” terang Sadino.

Ia menyampaikan fakta ini telah disampaikan di hadapan meja hijau. Sebab, pada tahun 2019 lalu, Kopsa-M versi Anthoni Hamzah telah menggugat PTPN V di Pengadilan Negeri Bangkinang dengan Bank Mandiri menjadi sebagai turut tergugat.

Salah satu tuntutannya kala itu, meminta pengadilan menyatakan PTPN V telah gagal membangun kebun seluas 1.650 Ha serta wanprestasi terhadap isi perjanjian sehingga meminta pemutihan hutang. Saat ini putusan telah inkrah dengan tuntutan Kopsa-M seluruhnya dinyatakan niet ontvankelijke verklaard/NO atau gugatan tidak dapat diterima.

“Dengan telah inkrahnya putusan, jelas mematahkan tudingan menyesatkan yang menyebutkan PTPN V membangun 2.050 Ha kemudian merampas tanah rakyat seluas 400 Ha dan menjualnya. Toh sejak awal yang dibangun PTPN V hanya 1.650 Ha dan yang mereka tuntut di Pengadilan juga segitu. Kok malah buat opini di media nuduh macam-macam,” sesalnya.

Sadino menekankan hubungan PTPN V dengan Kopsa-M murni perdata dimana perusahaan dan Kopsa-M punya hak kewajibannya masing-masing. PTPN V berkewajiban membangun kebun dan menerima hasil kebunnya. Sementara Kopsa-M berkewajiban menjual TBS ke PTPN V dan harus membayar serta mencicil hutang mereka di bank dan dana talangan yang telah dibayarkan oleh PTPN selaku avalis.

“Sebagai avalis, Perusahaan bahkan menalangi saat mereka tidak membayar cicilan. Dan ini yang terjadi. Terus banyak tudingan dari Anthony dan afiliasinya yang menuduh PTPN V korupsi,” tambahnya.

Sadino menunjukkan bahwa telah ada hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Riau yang menyatakan tidak menemukan kerugian negara seperti yang dilaporkan.

Kejati Riau bahkan menyebutkan justru PTPN V yang dirugikan karena harus menanggung kredit Kopsa-M yang terus bertambah karena Kopsa-M versi Anthony Hamzah wan prestasi dalam membayar cicilan hutang. Dengan penghasilan lebih dari Rp2 miliar perbulan, Kopsa-M berkewajiban membayar cicilan hutang ke Bank sebesar 30 persen dari pendapatan mereka.

“Tapi yang dibayar cuma Rp5 juta sampai dengan Rp25 juta. Sisanya PTPN V setiap bulan menalangi dengan cara 'didebet' langsung oleh Bank Mandiri sebagai akibat menjadi avalis. Jadi yang wanprestasi dan melanggar hukum siapa yang dituduh siapa?” ujarnya.

PTPN V juga dituding mendzolimi petani dan pekerja Kopsa-M dengan tidak membayarkan gaji mereka atas penjualan TBS Kopsa-M ke PTPN V. Bahkan, dituding melakukan kriminalisasi terhadap supir dan kernet yang mengangkut dan menjual TBS produksi Kopsa-M kepada PKS diluar PTPN V.

“Yang nangkap supir dan kernet itu, anggota Kopsa-M sendiri kok! Bukan PTPN V. Ga percaya? cek aja ke Polisi,” ucap Sadino seraya menjelaskan bahwa sebagai KKPA Perusahaan, Kopsa-M berkewajiban menjual TBS-nya ke PTPN V.

Dengan penjualan tersebut, dananya akan masuk ke rekening bersama (escrow account) antara Kopsa-M dan PTPN V. Sehingga jika TBS tersebut dijual keluar PTPN V, bagi anggota Kopsa M, hal tersebut adalah penggelapan karena dapat dimanipulasi.

“Itu kenapa yang menangkap supir dan kernetnya itu serta pertama sekali melaporkannya ke polisi, adalah anggota Kopsa-M sendiri," ungkap Sadino.

Lebih jauh, PTPN V sebagai avalis akhirnya melaporkan hal tersebut merupakan penggelapan. Sadino kembali menekankan, sebagai avalis, maka sesuai dengan perjanjian antara pihak PTPN V dengan Kopsa-M, maka PTPN V memiliki kewajiban untuk membeli seluruh TBS Kopsa-M dan pihak Kopsa-M juga memiliki kewajiban menjual seluruh TBS produksi kebun KKPA mereka ke Perusahaan.

Dengan proses tersebut, maka akan timbul pendapatan atas hasil TBS yang dijual yang dapat digunakan untuk membayar cicilan dan membayarkan gaji pekerja serta sisa hasil usaha bagi para petani.

Namun, faktanya di lapangan didapati pihak Kepengurusan Antoni tidak menjual Buah ke PTPN V, melainkan ke PKS lain tanpa sepengetahuan dari para petani. Maka dana penjualan tidak akan masuk ke rekening bersama yang terbuka bagi petani. Ini juga akan mengakibatkan pendapatan Kopsa-M semakin kecil dan memperberat pengembalian cicilan dan menimbulkan kerugian secara nyata bagi PTPN V yang membayarkan/menalangi cicilan Kopsa-M ke Bank selaku avalis.

“Dan ketika suatu tindakan tidak dijalankan sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian antara PTPN V dengan Kopsa-M, maka secara hukum tentu kita harus menggunakan ketentuan hukum yang berlaku untuk mencegah terjadinya kerugian. Kami juga melaporkan dan ini merupakan wujud tanggung jawab manajemen untuk menjaga aset yang menjadi tanggung jawabnya sebagai avalis,” beber Sadino.

Terkait persoalan gaji petani dan pekerja yang belum terbayarkan selama tiga bulan terakhir, Sadino menanggapi santai dengan menunjukkan bahwa pencairan rekening bersama membutuhkan spesimen tandatangan dari kedua belah pihak.

“Untuk bisa cair, butuh tandatangan Saudara Anthony. Tinggal dia sendiri yang diakui bank. Karena bendaharanya sudah mengundurkan diri. Selagi dia tidak tanda tangan bilyet checknya, maka dana tersebut tidak bisa dicairkan. Tapi beberapa waktu lalu Perusahaan sudah berinisiatif membantu pekerja dengan menalangi keterlambatan gaji mereka,” kata Sadino.

Ketika ditanyakan terkait status Anthony Hamzah sebagai tersangka, dan ini dituding menjadi bukti kriminalisasi, dengan kibasan tangannya Sadino berujar bahwa penetapan Anthony Hamzah sebagai tersangka adalah terkait tindakan pidana perusakan aset milik perkebunan swasta.

“Dia tersangka tidak ada hubungan sama sekali dengan PTPN V. Anthony Hamzah tersangka dalam kasus penyerangan dan perusakan aset perusahaan swasta. Silakan cek kemanapun. Dan PTPN V akan menggunakan koridor hukum sebagai wujud kepatuhan hukum dalam penegakan hukumnya sesuai amanah konstitusi. Mari kita ikuti proses hukum saja biar jangan terus mengumbar fitnah tanpa disertai data dan fakta hukum yang benar," tutupnya.(rls)





Berita Terkait

Tulis Komentar