Pengamat Pendidikan: Zonasi Jadi Tantangan untuk Sekolah Favorit

  • Selasa, 25 Juni 2019 - 07:49:02 WIB | Di Baca : 1287 Kali

SeRiau - Pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB 2019 dinilai menjadi tantangan bagi sekolah yang dianggap favorit. Sebab sekolah-sekolah favorit selalu menjadi sekolah terbaik karena memang mendapatkan siswa yang cenderung dengan prestasi bagus.

"Pasti mereka (sekolah favorit) menjadi sekolah terbaik karena yang daftar dan masuk di sana adalah siswa-siswa terbaik dari sekolah sebelumnya," kata pengamat pendidikan Rachmat Hidayat dalam Forum Grup Discussion (FGD) yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember di gedung FKIP, Senin (24/6/2019).

Sistem zonasi, sambung Rachmat, akan memaksa sekolah menerima siswa dengan nilai tertinggi hingga terendah. Di situlah sistem pembelajaran di sekolah tersebut akan diuji.

"Ini menjadi tantangan untuk sekolah favorit. Karena siswanya benar-benar beragam kemampuan," katanya.

Selain itu, Rachmat menilai selama ini akses terhadap sekolah-sekolah negeri terbaik hanya dapat diakses oleh kalangan minoritas masyarakat menengah ke atas. 

"Preferensi penggunaaan nilai UN (Ujian Nasional) sebagai justifikasi dalam PPDB hanya menguntungkan mereka," tambahnya.

Oleh karena itu, Rachmat sepakat dengan pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB 2019. Walau pun masih diperlukan banyak perbaikan, menurut Rachmat pemberlakuan sistem zonasi merupakan langkah yang tepat.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jember-Lumajang, Lutfi Isa Anshori mengatakan, sistem apapun yang digunakan dalam PPDB, pasti ada banyak siswa yang tidak bisa diterima di sekolah negeri.

"Pada tahun 2019, SMA/SMK negeri sederajat di Jember hanya mampu menampung sebanyak 5.679 siswa. Padahal, jumlah peserta yang ingin mendaftar ke SMA/SMK negeri sederajat pada tahun 2019 sebanyak 11.493. Jika mengacu pada data itu, maka akan ada sebanyak 5.814 calon siswa yang tidak bisa sekolah di SMA/SMK negeri sederajat di Jember. Artinya mau pakai sistem zonasi atau pun sistem arisan pasti akan ada ribuan siswa yang tidak mendapatkan sekolah negeri," terang Isa.

Menurut Isa, kekecewaan wali murid yang ditolak oleh sekolah sebenarnya setiap tahun selalu ada. Hanya saja kelompok yang kecewa ini berubah.

"Kalau dulu yang kecewa biasanya wali murid yang nilai dan prestasi anaknya tidak terlalu tinggi, dan itu dianggap biasa. Namun tahun ini justru anak yang dianggap berprestasi terpaksa kecewa setelah ditolak sekolah yang dianggap favorit karena persoalan zonasi," imbuh Isa. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar