Dua Partai Pro-Pemerintah Austria Setujui UU Larangan Jilbab di SD

  • Kamis, 16 Mei 2019 - 07:28:59 WIB | Di Baca : 1030 Kali

SeRiau - Anggota Parlemen Austria dari partai pro-pemerintah telah menyetujui undang-undang yang bertujuan untuk melarang pemakaian jilbab di sekolah dasar. Undang-undang ini diprediksi bakal digugat di Mahkamah Konstitusi Austria.

Dilansir AFP, Kamis (16/5/2019), Langkah pengambilan keputusan ini pertama kali diusulkan oleh partai pemerintahan dari kelompok sayap kanan, yakni dari dua partai koalisi pendukung pemerintah, Partai Rakyat kanan-tengah (OeVP) dan Partai Kebebasan sayap kanan (FPOe), keduanya menegaskan aturan itu dikhususkan untuk umat Islam yang memakai jilbab.

Untuk menghindari tuduhan bahwa undang-undang ini mendiskriminasi umat muslim, maka istilah yang digunakan pada undang-undang tersebut ditulis sebagai "pakaian yang dipengaruhi ideologi atau agama yang terasosiasi dengan penutup kepala".

Pemerintah mengatakan larangan dari undang-undang itu tak akan berlaku untuk penutup kepala patka milik umat laki-laki Sikh dan kippa milik umat Yahudi.

Juru bicara pendidikan FPOe, Wendelin Moelzer mengatakan undang-undang itu adalah 'sinyal terhadap Islam politik'. Sementara itu, anggota parlemen OeVP, Rudolf Taschner mengatakan langkah itu diperlukan untuk membebaskan anak perempuan dari 'penaklukan'.

Tak berhenti di situ, organisasi komunitas muslim resmi di Austria, IGGOe pun angkat bicara. IGGOe menyebut aturan itu sebagai bentuk tindakan 'tak tahu malu' dan 'taktik pengalihan, mereka juga yakin aturan ini tidak akan berpengaruh besar kepada anak perempuan muslim di Austria.

Diketahui, hampir semua anggota parlemen oposisi menentang langkah tersebut, dengan beberapa menuduh pemerintah berfokus pada pengumpulan berita utama yang positif ketimbang fokus pada problem kesejahteraan anak. 

Pemerintah Austria menilai jika undang-undang itu disahkan maka kemungkinan juga akan digugat di Mahkamah Konstitusi Austria, baik dengan alasan diskriminasi agama atau karena undang-undang serupa yang mempengaruhi sekolah haruslah disetujui mayoritas dua pertiga anggota parlemen bila hendak disahkan. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar