Beda Tafsir 'Budek-Buta' yang Diucapkan Ma'ruf Amin

  • Senin, 12 November 2018 - 05:40:10 WIB | Di Baca : 1202 Kali

SeRiau - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma'ruf Amin mengatakan hanya orang 'buta' dan 'budek' yang tidak bisa melihat prestasi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Ucapan itu pun menuai kontroversi dengan segala penafsiran politiknya.

Ucapan itu awalnya disampaikan Ma'ruf ketika memberikan sambutan dalam acara deklarasi Barisan Nusantara pada Sabtu, 10 November kemarin. Ma'ruf menyebut prestasi yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK itu seperti membangun infrastruktur pelabuhan, bandara, pendidikan, dan kesehatan. 

"Pak Jokowi sudah berhasil membangun berbagai fasilitas dan infrastruktur, seperti pelabuhan, lapangan terbang, sehingga arus orang dan arus barang berjalan dengan baik, terkoneksi daerah lain dapat menghilangkan disparitas antara satu dengan yang lain fasilitas pendidikan kesehatan dan lainnya sudah," kata Ma'ruf.

"Orang sehat bisa dapat melihat jelas prestasi yang ditorehkan oleh Pak Jokowi, kecuali orang budek saja tidak mau mendengar informasi dan kecuali orang buta saja tidak bisa melihat realitas kenyataan," sambungnya.

Partai Gerindra--yang notabene lawan politik dari koalisi partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019--langsung menanggapi. Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, Andre Rosiade, menilai pernyataan Ma'ruf tidak mencerminkan sosok ulama besar.

"Nggak perlu Pak Ma'ruf kayak marah-marah gitu dengan ngatain orang 'budek' dan 'buta' kalau tidak bisa melihat prestasi Jokowi, itu terkesan kasar dan ambisius, tidak menggambarkan sosok beliau sebagai ulama besar yang memberi kesejukan. Kok tiba-tiba berubah? Beliau sebagai ulama besar tak lagi mencerminkan sebagai ulama besar, nggak sepatutnya," ujar Andre.

Sedangkan sekutu Partai Gerindra, PAN, menyampaikan rasa simpati ke kaum difabel terkait penggunaan istilah itu. Menurutnya, kaum difabel, terutama tunanetra dan tunarungu mungkin merasa dikerdilkan atas ucapan tersebut.

"Saya bersimpati kepada saudara-saudara kita yang difabel khususnya kaum tunanetra dan tunarungu yang sangat mungkin merasa dikerdilkan oleh ucapan tersebut," kata Sekjen PAN Eddy Soeparno.

Ma'ruf pun langsung menjawab tudingan itu. Dia merasa tidak dalam kondisi penuh amarah serta menuding siapa pun.

"Saya cuma bilang, kalau ada yang yang menafikan kenyataan, yang tak mendengar dan melihat prestasi, nah sepertinya orang itu yang dalam Alquran disebut ṣummum, bukmun, 'umyun. Budek, bisu, dan tuli," ujar Ma'ruf.

"Artinya orang yang tak mendengar, orang yang tak mau melihat, yang tak mau mengungkapkan kebenaran itu namanya bisu, budek, buta. Jadi itu bahasa 'kalau' ya. Saya tak menuduh orang, atau siapa-siapa. Saya heran, kenapa jadi ada yang tersinggung. Tak menuduh dia kok," imbuh Ma'ruf.

Jawaban Ma'ruf itu didukung Sekjen PSI Raja Juli Antoni alias Toni. Dia menyebut istilah itu digunakan bukan dalam konteks fisik dan diucapkan tanpa ada kemarahan.

"Kyai Ma'ruf adalah ulama besar. Ulama yang sudah 'mapan' secara spiritual dan emosional. Jadi tidak ada kemarahan dalam nada bicaranya ketika mengatakan 'budek dan buta'," kata Toni.

Toni menuturkan Ma'ruf justru menggunakan bahasa di Alquran yang biasa digunakan santri sehari-hari. Istilah 'budek-buta' itu dipakai untuk mendeskripsikan orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran mesti sudah berulang-ulang kali sudah didakwahkan.

"Dalam Surat Al-Baqarah ayat 18 Allah berfirman: Mereka pekak, bisu, buta maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)," ujar Toni.

"Ayat ini dalam konteks Indonesia menggambarkan orang-orang yang tidak menerima fakta keberhasilan pembangunan yang dilakukan Pak Jokowi. Bahkan mereka memanipulasi data hanya untuk mencerca dan mendelegitimasi pemerintah," sambungnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar