Turki Cabut Status Darurat Dua Tahun Pasca Kudeta Militer

  • Kamis, 19 Juli 2018 - 15:27:21 WIB | Di Baca : 1249 Kali

SeRiau - Turki cabut status darurat, dua tahun setelah kudeta dramatis yang nyaris menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, Kamis (19/7).

Kabar tersebut diumumkan kantor berita Anadolu. "Untuk memberlakukan status darurat, pemerintah harus melihat indikasi ancaman kekerasan yang meluas, yang mungkin dapat mengganggu lingkungan demokratis atau hak konstitusional dasar dan kebebasan warga negara," tulis Anadolu .

Status darurat diumumkan pada 20 Juli 2016, pasca upaya kudeta mematikan yang menewaskan sedikitnya 290 orang dan lebih dari 1.400 luka-luka di malam kerusuhan.

Tank-tank berseliweran di jalan0jalan di dua kota terbesar Turki, ketika tentara memblokir Jembatan Bosphorus yang terkenal d Istanbul, dan bom menghantam Gedung Parlemen di Ibu Kota Ankara, lalu sebuah helikopter dicuri oleh pilot ditembak jatuh oleh jet tempur F-16.

Saat itu, Presiden Erdogan berada ratusan mil jauhnya. Tepatnya di sebuah kawasan wisata di tepi laut. Erdogan lalu berpidato lewat FaceTime beberapa jam kemudian dan mulai melumpuhkan kudeta.

Rbuan terduga komplotan dikepung keesokan harinya, Erdogan mengklaim mantan sekutunya, yang kini diasingkan di Amerika Serikat, Fethullah Gulen berada dibalik upaya kudeta, tuduhan yang dibantah Gulen.

Sejak itu, status darurat berlaku di turki. Erdogan memprkuat kekuasaan dan mengawasi pembersihan besar-besaran orang-orang yang bangkit melawannya.

Erdogan terpilih kembali bulan lalu, menghadapi tantangan paling serius dalam dominasi politik, yang memberikan kekuasaan membentuk masa depan Turki di bawah sistem pemerintahan yang baru, sistem presidensial.

Deputi Direktur Amnesty Internasional kawasan Eropa, Fotis Filippou menyatakan pencabutan status darurat tersebut adalah langkah yang besar. "Tetapi harus disertai dengan tindakan jika ingin menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar hiasan saja," kata Filippou.

"Selama dua tahun terakhir, Turki berubah secara radikal dengan langkah-langkah darurat yang digunakan untuk mengkonsolidasikan kekuatan drakonian, membungkam suara kritis, dan menghapus hak-hak mendasar. Banyak yang tetap berlaku meskipun status darurat telah dicabut," kata Filippou.

Dia menyebut puluhan ribu orang dikurung "tanpa peradilan yang independen dan kritik terhadap pemerintah dipenjarakan tanpa bukti yang dapat dianggap sebagai pelanggaran."

"Pencabutan status darurat saja tidak akan membalikkan tindakan keras ini," kata Filippou. "Yang dibutuhkan adalah tindakan sistematis untuk mengembalikan penghormatan kepada hak asasi manusia, memungkinkan masyarakat sipil untuk berkembang dan mencabut suasana ketakutan yang mencekik negeri itu." (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar