PSI: Jingle #2019gantipresiden Membohongi Publik

  • Sabtu, 09 Juni 2018 - 14:41:28 WIB | Di Baca : 1177 Kali

SeRiau - Juru bicara PSI bidang kepemudaan, Dedek Prayudi kerap disapa Uki menilai, konten lagu #2019gantipresiden yang memunculkan tokoh-tokoh koalisi keumatan, bentuk upaya membohongi publik.

"Apakah ini diperbolehkan? Atas nama kebebasan berekspresi ya sah-sah saja. Tapi kami menangkap kesan mereka sedang membohongi publik," kata Uki dalam rilisnya, Sabtu (9/6/2018).

Pria 34 tahun itu menganggap bahwa narasi yang disajikan oleh jingle tersebut tidak sesuai data kredibel. "Kami menilai konten video tersebut tidak sesuai dengan data yang dikumpulkan secara ilmiah dilapangan oleh lembaga yang kredibel, seperti BPS," lanjut Uki.

Uki mencontohkan tentang pengangguran dan TKA. Jingle ini katanya, menyebutkan bahwa pengangguran meningkat. Sedangkan pengangguran sejak Jokowimenjadi Presiden hingga akhir 2017 turun 0,2 juta jiwa.

"Disebutkan juga didalam lagu bahwa 10 juta lapangan kerja diambil oleh buruh asing. Ini sangat menyesatkan. Data resmi menunjukkan pekerja asing cuma 70sekian ribu pekerja sampai dengan akhir 2017," jelas Uki.

Politisi yang meraih gelar S2 nya di Stockholm University, Swedia ini juga menyinggung tentang kenaikan tarif listrik dan BBM. Tentang kenaikan tarif listrik dan BBM yang dianggap membuat rakyat susah, nyatanya konsumsi BBM dan listrik terus naik, menurut data resmi Kementrian ESDM.

"Apakah betul kenaikan harga ini menyebabkan rakyat jadi miskin? Tidak juga, data BPS menunjukkan terjadi defisit penduduk miskin sebanyak 2 juta jiwa sejak 2014," ujar Uki.

Uki melanjutkan bahwa pengurangan subsidi listrik dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan sosial. "Masyarakat sudah paham akan cita-cita Pancasila, termasuk sila ke-5. Pengurangan subsidi listrik adalah untuk membangun pembangkit listrik demi mengalirkan listrik kepada 12 juta rakyat Indonesia yang hingga hari ini belum memiliki akses pada listrik," terang Uki.

Konten lagu jingle tersebut dinilai tidak sesuai dengan pola demokrasi maju dan modern. Masih ada lagi konten lagu ini yang dianggapnya subyektif belaka. "Sebagai anak muda, kami menyarankan bahwa kebebasan berekspresi diisi dengan konten yang faktual sesuai data kredibel. Demokrasi yang maju dan modern adalah demokrasi dimana opini dibangun berbasis data, bukan sekadar pragmatisme dan subyektifitas," tutup Uki. (**H)


Sumber: kumparanNEWS





Berita Terkait

Tulis Komentar