Komnas HAM: Hak Korban Aksi Teroris Cukup dengan Penetapan Pengadilan

  • Sabtu, 26 Mei 2018 - 14:55:39 WIB | Di Baca : 1204 Kali

SeRiau - Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menyatakan, hak korban tidak perlu melalui putusan pengadilan melainkan melalui penetapan pengadilan.

“Cukup dengan penetapan (pengadilan) saja bukan putusan pengadilan, kenapa? yang paling penting waktu bayangin orang-orang yang tiba-tiba mengalami kerugian,” ucap Choirul di Warung Bambu, Jakarta, Sabtu (26/5/2018).

Choirul mengatakan, proses pemberian hak-hak korban melalui penetapan pengadilan tidak terlalu rumit.

“Praktiknya karena itu dibuka dua pintu, pintu yang digunakan adalah penetapan (pengadilan) nggak usah pakai pintu putusan pengadilan karena kalau ikut pengadilan ikut berkas perkaranya pelaku (terorisme),” jelas Choirul.

“Kalau penetapan (pengadilan) terhitung posisi korban, kelengkapan adminitrasi betul nggak dia sebagai korban, kedua jumlah kompensasinya kayak apa itu yang ditetapkan pengadilan jadi nggak rumit-rumit,” lanjut dia.

Selain itu, Choirul pun mengapresiasi UU Antiteroris yang baru disahkan. Menurut dia, dalam UU Antiterorisme tersebut telah diatur mekanisme pemberian hak korban aksi teror secara sederhana.

“Siapa disebut korban ditetapkan oleh penyidik jadi bukan orang lain penyidiklah yang mengajukan itu (hak-hak korban) ke pengadilan,” kata dia.

Choirul mengatakan, korban terorisme tidak hanya mendapatkan kompensasi semata melainkan ada pemberian hak berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, dan pemberian restitusi.

Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) menambah ketentuan mengenai perlindungan korban aksi terorisme.

Dalam RUU yang baru disahkan menjadi undang-undang itu mengatur enam hak yang diperoleh oleh korban aksi terorisme.

Sebelumnya hanya dua hak korban yang diatur di UU yang lama, yaitu kompensasi dan restitusi.

Pemberian bantuan dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban serta dapat bekerja sama dengan instansi atau lembaga terkait.

Sementara, hak atas restitusi dan kompensasi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya.

Selain itu, UU Antiterorisme mengatur pula pemberian hak bagi korban yang mengalami teror sebelum UU tersebut disahkan.

UU Antiterorisme disahkan pada rapat paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/5/2018). Dorongan agar DPR segera mengesahkan UU ini menguat usai terjadinya teror bom di Surabaya dan Sidoarjo, dua pekan lalu. (**H)


Sumber: KOMPAS.com





Berita Terkait

Tulis Komentar