Perburuan Densus 88 Diyakini Bikin ISIS di Indonesia Panik

  • Kamis, 17 Mei 2018 - 09:51:55 WIB | Di Baca : 1247 Kali

 

SeRiau-  Rentetan aksi teror terjadi di berbagai lokasi dalam waktu beberapa hari belakangan. Pengamat terorisme Harits Abu Ulya menilai, kejadian ini dikarenakan banyaknya orang yang berafiliasi ISIS tersebar di berbagai wilayah Indonesia. 

Harits yang merupakan Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA) menilai, aksi teror yang terjadi di Mapolda Riau pada Rabu (16/3) berbeda dengan aksi teror yang terjadi di Surabaya pada Minggu (13/5). Dia mengatakan, aksi di Riau itu dan sejumlah aksi teror lain merupakan dampak dari perburuan teroris yang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror.
 

"Kasus di Surabaya itu berbeda dengan kasus di Riau. Kalau di Riau itu sebenarnya adalah efek dari perburuan Densus terhadap kawan-kawan mereka yang punya ideologi yang sama, artinya mereka sama afiliasinya. Nah perburuan ini kan tidak hanya di Surabaya pasca ledakan itu, tapi juga di banyak tempat," kata Harits saat berbincang dengan detikcom, Rabu (16/5/2018).

Dia menambahkan, faktanya, banyak orang yang berafiliasi ISIS dan berpaham radikal tersebar di banyak tempat di Indonesia. Inilah yang menyebabkan banyaknya aksi teror di berbagai wilayah Indonesia. 

"Karena faktanya orang yang berafiliasi ISIS ini terdiaspora di berbagai tempat, sekalipun tidak dalam jumlah yang besar, antara 2, 5 hingga 10 orang. Perburuan itu sampai di wilayah Sumatera termasuk Medan, Riau. Saya melihat itu membuat ruang mereka semakin sempit. Dan itu akan berpengaruh ke mereka yang menjadi panik," katanya.
 

Harits mengatakan, dari kejadian di Mapolda Riau, Pekanbaru tersebut, membuktikan bahwa tingkat keahlian para teroris dalam melancarkan aksinya beragam. Ada yang hanya diduga terlibat atau sekadar ikut-ikutan, ada juga yang memang terlibat jauh dan matang dalam merencanakan aksinya. 

"Terlihat serangan ini tidak menggunakan bom, artinya ada kemungkinan transfer knowledge atau buku saku pembuatan bom itu tidak terdistribusikan ke semua jaringan mereka. Atau terdistribusikan tapi tidak semua orang punya keahlian untuk merakit. Tapi intinya, mereka kelihatannya panik dan mereka melakukan serangan dengan apa yang dia bisa," jelas Harits.( Sumber : Detiknews.com)





Berita Terkait

Tulis Komentar