Jakarta
Banyaknya petahana yang ikut dalam kontestasi Pilkada memunculkan kekawatiran adanya politisasi birokrasi untuk kepentingan politik. Mahkamah Konstitusi diharapkan bisa mempertimbangkan politisasi bawahan ini untuk mendiskualifikasi calon."Melibatkan ASN ini kan hanya sekedar diperingatkan atasannya, dan pasti tidak ada yang kapok, sehingga kita mengharapkan MK bisa mempertimbangkan politisasi jabatan ini sebagai langkah mencederai pemilu dan bisa didiskualifikasi," kata pengamat Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Populi Center di Kafe Deli, Jl Sunda, Menteng, beberapa waktu lalu
Diskusi bertema 'Peta Petahana dan Potensi Politisasi Birokrasi' ini dihadiri oleh Komisioner KPU Arief Budiman, komisioner Bawaslu Nasrullah, Direktur Kode Inisiatif Veri Junaidi, dan peneliti Populi Center Nico Harjanto. Refly mengatakan pelanggaran politisasi PNS ini bisa menjadi alasan menggugurkan calon jika terbukti kecurangan itu terencana."Terencana bisa dilakukan hanya dengan 2 orang, tapi actionnya bisa mempengaruhi banyak orang," ulasnya.
"Masyarakat dan calon pasangan kepala daerah tak boleh menjadikan perekrutan ASN ini sebagai hal kecil. Ini berdampak besar dan harus kita aware dari sekarang," lanjut Refly.
Komisioner Bawaslu Nasrullah mengatakan Bawaslu di daerah saat ini sudah mendapatkan banyak bukti adanya keterlibatan PNS dalam kontestasi Pilkada seorang petahana. "Di Sulsel, Sumatera Utara, NTB, Yogyakarta ada ditemukan 10 lebih aparatur yang bergeliat secara aktif. ASN masih melakukan back up pada bosnya. Mereka lebih baik pasang diri daripada bosnya kena," ucap Nasrullah. Ia mensinyalir adanya langkah Pemerintah Daerah yang sengaja mengulur waktu pencairan anggaran pengawasan Panwas dan mengalihkannya untuk SKPD berujung pada dana kampanye yang bersangkutan.(
sumber : Detik.com)
