MENU TUTUP

KPK Pajang Tersangka, Komisi III Sindir Praduga Tak Bersalah

Rabu, 29 April 2020 | 22:47:45 WIB | Di Baca : 2778 Kali
KPK Pajang Tersangka, Komisi III Sindir Praduga Tak Bersalah

SeRiau - Aksi pajang tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menyalahi asas praduga tak bersalah. Penegakan hukum yang cepat dan ajeg dianggap lebih efektif terutama saat koruptor sudah kehilangan rasa bersalah.

Diketahui, KPK memajang dua tersangka kasus suap, yakni Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR Muara Enim, Ramlan Suryadi, dalam konferensi pers secara daring, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/4).

"Tidak kah itu juga merupakan dalam tanda kutip, Pak Ketua, melanggar asas presumption of innocence? Sistem peradilan pidana kita bersandar pada asas praduga tidak bersalah, presumption of innocence, bukan presumption of guilt, praduga bersalah," tutur Anggota Komisi III DPR Arsul Sani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara daring dengan pimpinan KPK, Rabu (29/4).

"Maka karena itu saya mohon ini bisa dipertimbangkan kembali soal kehadiran tersangka," ia menambahkan.

Arsul menyebut penegakan hukum mestinya tak sampai melanggar prinsip hukum universal.

"Ketegasan dalam melakukan penindakan kasus korupsi tidak harus juga melanggar asas-asas atau prinsip-prinsip hukum pidana universal yang sudah kita akui bersama," kata dia, yang juga menjabat Sekjen PPP itu.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan mendukung aksi KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri itu. Ia justru menyindir balik cara pimpinan KPK periode sebelumnya dalam memperlakukan tersangka atau saksi yang ia sebut "memfestivalisasi kasus korupsi".

Misalnya, mengumumkan pemeriksaan saksi tanpa keterkaitan yang jelas terhadap kasus, pemeriksaan saksi bisa dilakukan selama belasan jam.

"Yang Bapak lakukan sudah benar, jangan khawatir," ujar Arteria.

Perasaan Bersalah

Dihubungi Terpisah, Psikolog Forensik Reza Inragiri Amriel menjelaskan bahwa memajang tersangka merupakan bagian dari upaya memberi sanksi sosial yang bisa memicu rasa malu. Namun, itu tak memicu rasa bersalah.

Padahal, katanya, berdasarkan sebuah studi lintas budaya yang paling efektif adalah memicu rasa bersalah.

"Saat dibandingkan antara hukuman pidana, sanksi sosial, dan perasaan bersalah (sanksi internal), yang ampuh adalah perasaan bersalah," kata dia, lewat pesan singkat.

Ia membenarkan bahwa ada gejala koruptor atau tersangka kasus korupsi yang seperti tak punya perasaan bersalah atau rasa malu saat tampil di depan publik.

"Kalau perasaan bersalah vakum, sanksi hukum legal menjadi efektif. Sanksi sosial justru menguatkan kecenderungan orang untuk melanggar hukum," tutur Reza.

"Dua-duanya (rasa bersalah dan rasa malu) vakum, ya tegakkan hukum positif," imbuhnya.

Untuk membangun sanksi hukum atau legal yang efektif, dia menyebut bahwa KPK harus memiliki unsur kecepatan dan konsistensi dalam penegakan hukum.

"Tantangan bg KPK dan lembaga penegakan hukum umumnya: keajegan," tandas Reza.

Diberitakan sebelumnya, eks Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menilai kebijakan memajang tersangka oleh Firli dkk itu mirip perlakuan Polri terhadap tersangka. Biasanya, kata dia, KPK hanya menampilkan barang bukti dalam konferensi pers. Sementara, tersangka ditemui awak media saat hendak dibawa ke rutan.

"Selama empat periode tidak pernah terjadi. Yang saya tahu hal yang seperti itu sering dilakukan di Polri," kata dia, dalam pesan tertulis, Selasa (28/4). (**H)


Sumber: CNN Indonesia


Berita Terkait +
TULIS KOMENTAR +
TERPOPULER +
1

Jalan Simpang SKA Di Perlebar, Ginda: Kita Dukung Semoga Cepat Terlaksana

2

DPC PDI-P Rohil Buka Penjaringan Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

3

Open House Hari Kedua di Kediaman Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho Dihadiri 3.000 Warga

4

Negara Hadir, 85 KK Warga Dusun Terpencil di Pelalawan Riau Kini Nikmati Listrik PLN 24 Jam Jelang Idul Fitri 1445 H

5

Wujudkan Momen Manis Silahturahmi Dengan Berkendara #Cari Aman