Eni Saragih Mengaku Salah Terima Suap Rp 4,8 Miliar Terkait PLTU Riau
SeRiau - Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih mengaku menerima uang Rp 4,8 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo. Uang tersebut diduga terkait suap untuk memuluskan proyek PLTU Riau-1.
Pengakuan tersangka kasus suap PLTU Riau-1 tersebut disampaikan oleh kordinator pengacara Eni, Robinson, Selasa (17/7). "Intinya, kemarin setelah ketemu, diskusi sementara, termasuk uang yang diterima Rp 4,8 miliar itu, dia sudah akui semua," ujar Robinson saat dihubungi kumparan.
Robinson mengemukakan, Eni juga telah mengungkapkan penyesalannya. Eni meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukan.
"Dia mengaku salah, intinya dia mengaku, dia memohon maaf pada keluarga, rekan di DPR dan masyarakat," imbuhnya.
Secara terpisah, Eni juga mengakui kesalahannya melalui sepucuk surat. Melalui surat yang ditulis tangan itu, Eni mengaku sangat dekat dengan sosok Johanes. Bahkan, ia juga tak segan meminjam uang kepada Johannes.
"Kesalahan saya, karena saya mengaggap Pak Kotjo teman, satu tim, bukan orang lain. Sehingga kalau ada kebutuhan yang mendesak saya menghubungi beliau untuk membantu sponsor kegiatan organisasi, kegiatan umat, maupun kebutuhan pribadi. Dan Pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yang sama kepada saya," tulis Eni dalam suratnya.
Ia mengakui kesalahan menerima uang dari Johanes terkait proyek PLTU Riau-1. Eni juga mengaku bersalah ketika beranggapan uang dari Johanes tersebut merupakan sebuah rezeki untuknya.
"Kesalahan saya juga adalah merasa kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proyek ini. Karena saya merasa proyek ini proyek investasi di mana swasta menjadi agen yang legal, proses dari proyek ini benar, kepentingan negara nomor 1 (karena menguasai 51%), rakyat akan mendapatkan listrik murah (karena harga jual ke PLN murah), sehingga kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya," kata Eni.
Berikut isi lengkap surat pribadi yang ditulis tangan oleh Eni:
Proyek PLTU 2x300 Riau I yg saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar ini bukan proyek APBN.
Proyek Riau I, proyek dimana negara melalui PLN menguasai saham 51%, tidak ada tender maka dari itu tidak ada peran saya utk mengintervensi untuk memenangkan salah satu perusahaan dari proyek 35 ribu MW, baru Riau I yang PLN menguasai saham 51%. PLN hanya menyiapkan equity 10%, lebihnya PLN akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga yg sangat murah 4,25%/th, harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen sehingga di yakinkan kedepan PLN akan dapat menjual listrik yg murah kpd rakyat, saya merasa bagian yg memperjuangkan proyek Riau I ini menjadi proyek "Contoh" dari proyek 35 ribu MW, yg semua kondisinya baik, harga bagus, negara menguasai, biaya sangat rendah, di bandingkan dengan PLTU "BATANG 2x1000", saya pernah kunker disana bersama kom 7, investasi proyeknya mahal 5,2 M dollar, full swasta negara tidak ada samaa sekali sahamnya, harganya pun mahan diatas 5 sen, pdhl dengan proyek yg sangat besar ini 2x1000, seharusnya harga bisa dibawah 5 sen, dan yg luar biasa lagi negara menguasai proyek ini sampai 30 thn, tanpa ada kepemilikan negara di proyek ini - NOL - ada apa dengan proyek ini makanya saya perjuangkan proyek Riau I krn saya yakin ada sesuatu yg saya lakukan buat negara ini.
Pak Jokowi bpk presiden mohon jangan digagalkan model proyek Riau I ini krn model ini yg bapak mau.
Banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yg tdk mau model seperti ini bisa jalan mereka tidak mau negara menguasai aset (51%) mereka hanya mau kepentingannya saja.
Saya mohon Bpk Presiden turun tangan maju dgn proyek 35 ribu MW.
Ada lagi yg lebih gila lagi Proyek Paiton diatas 9 sen, luar biasa gilanya.
Saya membantu Riau I, karena saya tahu semangatnya Pak Kotjo dan Pak Sofyan Basyir adalah semangatnya buat negara, semuanya di press, di tekan agar hasil jualnya ke PLN menjadi murah dengan begitu listrik buat rakyat pun menjadi murah.
Kesalahan saya, karena saya mengaggap pak Kotjo teman, satu tim, bukan orang lain sehingga kalau ada kebutuhan yg mendesak saya menghubungi beliau untuk membantu sponsor kegiatan organisasi, kegiatan umat maupun kebutuhan pribadi, dan pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yg sama kepada saya.
Kesalahan saya juga adalah merasa kalaupun ada rezeki yg saya dapat dari proyek ini karena saya merasa proyek ini proyek investasi dimana swasta menjadi agen yg legal, proses dari proyek ini benar, kepentingan negara no I (krn menguasai 51%), rakyat akan mendapatkan listrik murah (krn harga jual ke PLN murah), sehingga kalaupun ada rezeki yg saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan utk orang2 yg berhak menerimanya.
Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah SWT.
Kasus dugaan suap PLTU Riau-1 tersebut terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Jumat (13/7). Dalam operasi tersebut, KPK menemukan uang Rp 500 juta. Uang itu diduga bagian dari 2,5 persen fee yang dijanjikan Johanes untuk Eni.
Eni yang merupakan kader Partai Golkar itu diduga telah menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes. KPK menduga uang itu merupakan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Blackgold menjadi satu dari empat konsorsium yang menggarap proyek tersebut. Ketiga konsorsium lainnya, yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT PLN Batubara (PLN BB), dan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC). (**H)
Sumber: kumparanNEWS