Orientasi Penegakan Hukum Perlu Diubah, Koruptor Harus Jadi Miskin

  • Rabu, 25 November 2020 - 06:23:36 WIB | Di Baca : 1608 Kali

SeRiau - Orientasi penegakan hukum yang selama ini dilakukan aparat penegak hukum perlu disesuaikan.

Bila sebelumnya menggunakan pendekatan mengejar dan menghukum pelaku melalui pidana penjara (follow the suspect), kini orientasinya perlu dibarengi dengan pendekatan follow the money dan follow the asset.

Demikian disampaikan Jaksa Agung Burhanuddin saat menyampaikan sambutan dalam penyerahan barang hasil rampasan negara dari Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan RI, Selasa (24/11).

"Kebijakan penegakan hukum wajib memastikan hukuman harus dapat memberikan deterrent effect baik di sektor pidananya dan juga di sektor perekonomian pelaku," jelas Jaksa Agung.

Penggabungan pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi dinilai penting karena pelaku white collar crime memiliki rasio yang tinggi. Hal ini terlihat dari modus yang kian canggih dan terstruktur karena dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik.

"Jika diukur dari canggihnya modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi prinsip yang keliru, yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful)," lanjut Burhanuddin.

Para pelaku kejahatan korupsi, jelasnya, mempertimbangkan biaya (cost) dan keuntungan (benefit) yang dihasilkan. Kalkulasi tersebut dilaukan untuk memutuskan suatu kejahatan.

"Pilihan yang diambil para pelaku adalah 'melakukan' karena masih sangat menguntungkan. Tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara, namun ia dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan," papar Burhanuddin.

Setidaknya, ada dua hal positif bila aparat penegak hukum menerapkan pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi. Pertama, perampasan aset pelaku korupsi kejahatan akan memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi pelaku.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan, dan benda sita eksekusi sebagai aset, pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.

"Dengan sudut pandang tersebut, diharapkan dapat menginisiasi munculnya upaya maksimal dan terintegrasi secara baik di setiap tahapan penegakan hukum," tandasnya. (**H)


Sumber: rmol.id





Berita Terkait

Tulis Komentar