Nilai Tukar Rupiah Terus Anjlok, Ichsanudin Noorsy: Fundamental Makro Ekonomi Indonesia Rapuh

  • Rabu, 18 Maret 2020 - 19:26:44 WIB | Di Baca : 1758 Kali

SeRiau - Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang per hari ini, Rabu (18/3) tembus angka Rp 15.375,05 perlu disikapi secara serius oleh pemerintah.

Salah satu cara untuk menurunkan nilai tukar rupiah agar kembali menguat terletak pada pelepasan dolar Amerika Serikat itu sendiri oleh Bank Indonesia.

Demikian disampaikan Ekonom Senior Ichsanudin Noorsy saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Rabu (18/3).

"Kalau nurunin nilai tukar cuma terletak pada posisi pelepasan dolar yang dimiliki. Dalam kondisi seperti ini yang harus dilakukan, apa yang dimiliki oleh pemerintah sekarang ini harus sepenuhnya untuk kebutuhan masyarakat. Sekaligus mendorong berputarnya perekonomian walaupun dalam perputaran yang sangat rendah," kata Ichsanudin Noorsy.

Menurut Ichsanudin, terkait opsi masyarakat menukarkan dolar, agaknya akan sulit untuk menukarkan dolar yang dimilikinya.

Sebab, dalam kondisi seperti saat ini masyarakat cenderung memilih bertahan di tengah ancaman virus corona yang berdampak signifikan terhadap ekonomi.

"Masyarakat nggak bakal mau karena masyarakat sudah merasa dia tidak dapat perlindungan dari aspek ekonomi. Masyarakat juga akhirnya melindungi dirinya sendiri. Yang punya uang cuma Bank Indonesia (BI) sekarang," kata pengamat ekonomi jebolan Universitas Airlangga ini.

Adapun, terkait langkah yang mesti dilakukan oleh BI, yakni dengan melakukan non delivery forward, intervensi keuangan, hingga menggunakan cadangan devisa.

Namun, lanjut dia, yang menjadi soal adalah apakah BI mampu atau tidak menghadapi ketidakpercayaan investor akan fundamental ekonomi makro Indonesia yang rapuh seperti saat ini.

"Banyak yang bisa dilakukan oleh BI, non delivery forward dipake, intervensi diterusin, pake aja itu cadangan devisa. Kan kemaren udah turun Rp 1,3 miliar pake aja lagi supaya tetap bisa stabil," tuturnya.

"Pertanyaannya adalah mampukah BI menghadapi ketidakpercayaan investor terhadap fundamental makro ekonomi Indonesia yang rapuh," demikian Ichsanudin Noorsy. (**H)


Sumber: rmol.id





Berita Terkait

Tulis Komentar