KPK Ultimatum Nurhadi, Serahkan Diri atau Jemput Paksa

  • Senin, 03 Februari 2020 - 22:05:09 WIB | Di Baca : 1115 Kali

SeRiau - KPK mengultimatum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, agar kooperatif dalam penyidikan kasusnya.

KPK meminta Nurhadi kooperatif dengan menyerahkan diri. Sebab Nurhadi selalu mangkir dalam 3 panggilan sebagai saksi dan 2 panggilan sebagai tersangka. 

Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya akan melakukan tindakan tegas atas mangkirnya Nurhadi. Tindakan tegas ini, kata Ali, merujuk pada Pasal 112 KUHAP. Di pasal itu, ada keterangan bahwa penyidik bisa membawa paksa yang bersangkutan. 

Berikut bunyi Pasal 112 KUHAP ayat (2):

Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

"Yang jelas (panggilan) bukan dalam bentuk surat panggilan terhadap yang bersangkutan, tapi teman-teman bisa mengikutinya. Mudah-mudahan dengan kami sampaikan ini para tersangka tetap kooperatif bisa menyerahkan diri atau bisa datang ke gedung KPK," kata Ali.

"Sebelum nanti kami dari penyidik akan melakukan tindakan tersebut, karena secara administratif sudah kami siapkan," sambungnya.

Ali menegaskan, pihaknya telah melayangkan panggilan secara patut disertai dengan tanda terima ke kediaman Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.

Dari ketiganya, hanya Hiendra yang membalas dengan meminta penjadwalan ulang. KPK pun segera memanggil ulang Hiendra.

Dalam perkaranya, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui menantunya, Rezky Herbiyono. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.

Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.

Ketiganya sempat mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan agar status tersangka gugur. Namun, hakim tunggal menolak permohonan praperadilan tersebut dan status tersangka untuk trio tersangka mafia peradilan itu tetap sah. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar