Soal Jubir KPK, Pakar Public Relation Beri Penjelasan

  • Kamis, 26 Desember 2019 - 06:42:08 WIB | Di Baca : 1087 Kali

SeRiau - Tugas dan fungsi dari posisi juru bicara dan pimpinan hubungan masyarakat (humas) dalam sebuah lembaga cukup berbeda. Juru bicara adalah orang yang diberikan wewenang untuk memberikan informasi atau statement kepada pihak eksternal yang tampil ke publik, sedangkan biro Humas memiliki tugas yang cukup luas.

Pakar Public Relation (PR) dari London School of Public Relations (LSPR) Rizka Septiana mengatakan jubir harus sudah mengetahui semua informasi yang akan didistribusikan. Sedangkan biro Humas di kelembagaan terutama non-perusahaan swasta memiliki tugas yang cukup luas.

"Dari perencanaan kegiatan pimpinan, keprotokoleran. Bahkan wajib paham dan mengurus administratif pimpinannya," ujar Rizka, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/12).

Rizka menjelaksan hal tersebut menyusul rencana Ketua KPK Firli Bahuri mencari juru bicara KPK. Firli menganggap selama ini posisi juru bicara (jubir) kosong karena Febri Diansyah yang terakhir ditunjuk sebagai jubir merupakan Kabiro Humas KPK.

Secara pribadi, Rizka berpendapat KPK membutuhkan jubir. Namun, ia menambahkan, posisi jubir tersebut bisa dirangkap oleh kepala biro Humas jika yang bersangkutan memiliki kompetensi sebagai jubir.

Rizka menerangkan tidak mudah menjalankan tugas sebagia seorang jubir. Ia mengatakan jubir merupakan representasi dari sebuah lembaga sehingga pesan verbal maupun nonverbal dari jubir akan sangat mempengaruhi opini publik. 

"Sehingga beberapa skill kehumasan harus dimiliki, seperti public speaking, media handling, crisis handling management, dan lainnya harus mumpuni. Ini terlepas selain pengetahuan tentang masalah yang terkait," kata dia.

Ia menambahkan seorang jubir bukan hanya harus paham tentang permasalahan yang ada, tetapi juga mampu memilah informasi mana yang bisa dikeluarkan kepada ragam publik eksternalnya. Sebab, ia menambahkan, informasi yang dikeluarkan akan menjadi informasi publik.

Untuk itu, ia menambahkan, semua informasi harus sesuai dengan data dan fakta sebagai bukti pendukung. Hal ini juga harus sesuai dan dikaitkan dengan hukum atau undang-undang yang berlaku.

"Dalam hal ini biasanya personel atau teman-teman dari biro Humas yang akan membantu secara aktif akan pengumpulan fakta, data pendukung, baik dari internal seperti divisi atau biro lainnya maupun dari eksternal," tutur Rizka.

Tantangan lain jubir, Rizka menerangkan, terkait dengan perkembangan teknologi komunikasi. Ia menambahkan perkembangan teknologi memungkinkan semua orang mengurakan pendapatnya dan semua bisa bicara. 

Lebih lanjut, masyarakat bisa menjadi produser konten dan distributor konten. Pada era digital seperti sekarang ini, dia berpendapat, reaksi publik akan sangat cepat dan tidak bisa diprediksi.

Rizka mengatakan, siapa yang berhak mengutarakan pernyataan ke pada publik akan berpulang pada setiap instansi. "Di setiap kelembagaan atau perusahaan itu beda-beda sistem dan kebijakannya tentang siapa yang boleh memberikan keterangan pada publiknya. Seperti di multinational company, ada CEO-nya yang hanya boleh memberikan statement," ujar Rizka.

Terlepas dari siapa yang sedang menjabat, Rizka mengatakan, jika KPK ingin menghilangkan jubir dalam bagan strukturalnya maka fungsi jubir sebaiknya diberikan kepada sekjen KPK. Hal ini berdasarkan bagan struktural KPK sekarang.

Selain otoritas, ia mengatakan, sekjen masih diatas biro humas. Sementara secara struktural, sekjen KPK bisa berkoordinasi dengan masing-masing kedeputian, maupun melapor langsung kepada pimpinan KPK. 

"Siapapun yang akan diberikan wewenang sebagai jubir, mereka harus mempunyai kompetensi dan diberikan pelatihan-pelatihan yang terkait fungsi dan tugasnya secara berkala," terangnya. (**H)


Sumber: REPUBLIKA.CO.ID





Berita Terkait

Tulis Komentar