Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku 2020

  • Senin, 12 Agustus 2019 - 19:03:24 WIB | Di Baca : 1155 Kali

SeRiau - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan peraturan presiden (pepres) sebagai dasar hukum kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Rencananya, perpres akan diterbitkan pada tahun supaya penyesuaian tarif bisa berlaku pada 2020 nanti. 

Kepastian tersebut diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (12/8). Ia mengatakan perpres akan berisi rincian kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan secara komprehensif untuk masing-masing kelas. 

"Kalau BPJS Kesehatan terkait dengan iuran dan lain-lain, nanti kami sampaikan secara lebih komprehensif dalam bentuk perpres," ungkap Ani, sapaan akrab Sri Mulyani. 

Sayangnya, Ani sangat irit bicara terkait perkembangan isu kenaikan tarif iuran perusahaan peralihan PT Asuransi Kesehatan alias Askes itu. Menurutnya, semua hal  terkait kenaikan masih terus dibahas oleh internal pemerintah dari berbagai kementerian yang terlibat.

"Nanti kalau sudah keluar, kami sampaikan, biar tidak sepotong-potong mengenai seluruh aspek BPJS Kesehatan ini," katanya. 

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko memastikan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akan berlaku untuk semua kelas. Mulai dari Mandiri I, Mandiri II, Mandiri III, hingga Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mendapat subsidi dari pemerintah. 

Namun, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan persentase kenaikan tarif iuran tidak akan dipukul rata untuk semua kelas. Perhitungannya akan mengacu pada jumlah peserta di masing-masing kelas, dan status peserta, misalnya PNS atau karyawan swasta. 

"Tidak (sama per kelas), ini demi keadilan, nanti semua kelas harus ditinjau ulang. Nanti kami lihat efeknya, PBI seperti apa, non PBI seperti apa," tutur Mardiasmo, pekan lalu.

Kemudian, persentase dan nominal final tarif iuran juga akan ditentukan oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dikeluarkan pada akhir Agustus nanti. 

Audit BPKP, sambung dia, akan berisi soal perubahan kelas rumah sakit, posisi defisit keuangan BPJS Kesehatan per semester I 2019, proyeksi defisit sampai akhir tahun, hingga sumber dana yang bisa didapat dari berbagai bauran kebijakan dalam rangka menutup defisit. 

Bila hasil audit sudah keluar, barulah pemerintah bisa menghitung berapa sisa defisit yang bisa ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Begitu pula dengan sisa defisit yang bisa ditutup dari kebijakan kenaikan tarif iuran kepada peserta BPJS Kesehatan.

"Biar kami tahu berapa dana selain kenaikan tarif yang bisa diterima, termasuk dari pajak rokok, sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dan BPJS Kesehatan itu sendiri. Jadi berapa dapatnya, terus defisit yang reasonable (masuk akal), dan berapa kenaikan tarifnya," jelas Mardiasmo.

Ia menambahkan perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga akan mempertimbangkan kemampuan peserta di masa yang akan datang. Setidaknya, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.

"Jangan sampai kami naikkan tapi masih defisit. Jangan sampai kenaikannya terlalu besar, tapi nanti tidak digunakan. Kami harus hati-hati, soalnya ke depan harus ada kenaikan kan," terangnya. 

Sebagai informasi, persoalan defisit keuangan di tubuh perusahaan sudah terjadi sejak 2014 lalu. Dari tahun ke tahun, jumlah defisit perusahaan terus meningkat. Tahun ini, defisit keuangan BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp28 triliun. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar