Elektabilitas Jokowi Diklaim Tergerus Akibat Migrasi Pemilih

  • Ahad, 24 Maret 2019 - 21:50:07 WIB | Di Baca : 1043 Kali

SeRiau - Elektabilitaspasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'aruf Amin dinilai mengalami tren penurunan dalam enam bulan terakhir.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai hal itu disebabkan oleh fenomena migrasi pemilih, baik dari pendukung Jokowi yang mengubah dukungan mereka, atau para undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan) dan swing voters yang telah memantapkan pilihan mereka pada paslon 02 Prabowo Subianto-Ma'aruf Amin.

"Berdasarkan kajian Kompas terakhir misalnya, menangkap adanya pola migrasi preferensi di enam bulan terakhir, dengan salah satu kesimpulannya adalah tren keterpilihan Jokowi-Ma'aruf yang menurun dan sebaliknya tren dukungan terhadap Prabowo-Sandi yang meningkat," kata Firman dalam diskusi politik 'Migrasi Suara Pilres 2019: Hasil Survei VS. Realita' di Jakarta, Minggu (24/3).

Pernyataan itu diutarakan Firman menanggapi hasil survei Litbang Kompas terbaru pada Maret 2019. Hasil jajak pendapat itu menunjukkan selisih elektabilitas antara Jokowi-Ma'ruf dengan Prabowo-Sandi semakin menipis jika dibandingkan hasil jajak pendapat pada Oktober 2018.

Hasil survei terbaru itu memaparkan selisih kedua paslon hanya terpaut 11,8 persen, yakni elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf sebesar 49,2 persen dan pasangan Prabowo-Sandi 37,4 persen. 

Selisih elektabilitas kedua paslon ini lebih kecil dari hasil survei Oktober 2018 yang mencapai 19,9 persen. Sementara itu, hasil jajak pendapat tersebut juga menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf menurun sebesar 3,4 persen dari survei sebelumnya pada Oktober 2018 yang mencapai 52,6 persen.

Firman memaparkan penurunan elektabilitas paslon 01 bisa terjadi karena beberapa faktor. Faktor pertama adalah ketidakpuasan.

Menurut Firman, persoalan kesejahteraan seperti daya beli masyarakat dan ketersediaan pekerjaan menjadi hal yang berpotensi memicu perubahan pilihan pada pemilih untuk tak lagi mendukung petahana.

Faktor kedua, kata Firman, yakni perubahan citra sosok Prabowo dinilai cukup berpengaruh meningkatkan elektabilitas paslon 01. Menurutnya, belakangan Prabowo mencoba mengubah citranya yang semula terkesan keras dan 'macho-militeristik' menjadi lebih humanis dan luwes dalam beberapa kesempatan.

Sementara itu, keberadaan Sandi yang mencerminkan tokoh pemuda santun, bersahaja, gaul, dan sukses dinilai Firman bisa melengkapi citra positif Prabowo.

"Dalam satu kesempatan Prabowo bahkan mau berjoget di mana sejauh ini kita tidak pernah melihat sosok beliau yang seperti itu. Jika saat ini terdapat pergeseran positif bagi paslon 02, sesungguhnya ini mengindikasikan meningkatnya citra positif pasangan tersebut di mata masyarakat," kata Firman.

Selain itu, Firman menilai migrasi suara biasanya terjadi karena program yang ditawarkan kandidat lain dirasa lebih realistis dan relevan dengan masyarakat.

Dia menilai Jokowi sebagai petahana tampak ingin mempertahankan dan melanjutkan programnya yang selama ini dianggap baik. Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandi berusaha berfokus pada isu ekonomi dan kesejahteraan yang dianggap menjadi titk lemah pemerintahan saat ini.

Firman juga menekankan migrasi suara bisa terjadi akibat mesin politik seperti partai pendukung dan jaringan relawan yang terus bergerak tanpa batas untuk meyakinkan para pemilih. Menurutnya gerakan rewalan masing-masing kubu paslon berpengaruh besar menarik dukungan terutama bagi para undecided voters dan swing voters.

"Bahkan menurut saya kerja tim sukses dan parpol itu tidak semilitan para jaringan relawannya. Jaringan relawan di pelosok terbukti bekerja lebih militan dan luas lagi untuk meraih para pemilih yang tak terjangkau," kata Firman.

Hal itu juga diakui pendiri sekaligus Direktur Rumah Demokrasi, Ramdansyah. Dia menganggap jaringan relawan dan simpatisan paslon 02 lebih militan dalam mempromosikan kandidat dukungannya.

"Pasangan Prabowo-Sandi memang fokus mendekati undecided voters terutama kelompok tak tersentuh, seperti contohnya dengan mendekati kelompok emak-emak. Ini merupakan counter-strategy paslon 02 untuk mengambil hati undecided voters atau kelompok tak tersentuh lainnya," kata Ramdansyah.

Menurut dia, kaum emak-emak bahkan semakin hari semakin emosional dan militan. Kaum tersebut ibaratnya menjadi identitas politik tersendiri bagi lawan petahana. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar