Harga Minyak Turun Usai Rilis Data Stok AS

  • Kamis, 13 Desember 2018 - 06:10:15 WIB | Di Baca : 1328 Kali

SeRiau - Harga minyak merosot usai laporan menteri energi Iran mengatakan ada perpecahan di dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Hal itu membuat penguatan harga minyak terhenti usai pembatasan produksi yang dipimpin OPEC dan pemangkasan ekspor dari Libya. Ditambah rilis data minyak Amerika Serikat (AS).

Harga minyak Brent turun lima sen ke posisi USD 60,15 per barel. Sementara harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) susut 50 sen ke posisi USD 51,15 per barel. Harga minyak sudah turun sejak awal Oktober usai sentuh level tertinggi dalam empat tahun di atas USD 87.

Pergerakan harga minyak dipengaruhi laporan Menteri Energi Iran Bijan Zanganeh menuturkan, kalau kartel tidak ramah terhadap Iran. OPEC menyetujui pemotongan produksi pada pekan lalu usai ekspor minyak Iran habis lantaran sanksi AS sejak awal November.

Pada Rabu waktu setempat, OPEC menyatakan telah imbangi penurunan ekspor yang terkena sanksi Iran. Presiden Iran Hassan Rouhani menuturkan kalau ekspor membaik sejak awal November. Sebelumnya harga minyak naik didukung oleh pemangkasan ekspor dari Libya dan pengurangan produksi yang dipimpin OPEC.

Selain itu, pasar juga mengabaikan data pemerintah yang menunjukkan stok minyak mentah AS turun 1,2 juta barel pada pekan lalu. Penurunan jauh lebih kecil dari yang dilaporkan American Petroleum Institute (API) sebesar 10 juta barel.

"Perbedaan dari penurunan persediaan besar yang dilaporkan API membuat laporan tampak lebih negatif dari pada yang sebenarnya,” ujar John Kilduff, Partner Again Capital Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (13/12/2018).

OPEC Pangkas Produksi Minyak

Kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global minyak mentah didorong sebagian besar oleh hasil produksi AS sehingga menekan harga minyak dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu juga mendorong OPEC dan produsen minyak non OPEC termasuk Rusia memangkas pasokan sebesar 1,2 juta barel per hari selama enam bulan yang berlaku mulai 1 Januari.

“Kesepakatan OPEC pekan lalu akan memungkinkan lebih banyak posisi menguat untuk diambil oleh pelaku pasar,” seperti dikutip dari laporan analis JBC Energy.

Harga menarik pada pekan ini usai Libya umumkan force majeure dari ekspor ladang minyak terbesarnya pada Minggu. Namun, pandangan ekonomi global melemah dan produksi yang lebih tinggi di tempat lain membebani pasar. Apalagi usai produksi minyak mentah AS melonjak di AS dan ditetapkan sebagai produsen minyak utama di dunia.

“Kami cukup yakin OPEC akan berhasil mengencangkan pasar minyak sehingga menjaga kontrak minyak Brent dalam satu bulan ke posisi USD 60 per barel selama enam bulan ke depan,” ujar Analis SEB Bjarne Schieldrop.

Ia menuturkan, para investor dan produsen masih khawatir terhadap tambahan pasokan minyak AS pada akhir 2019 dan 2020 ketika pipa baru dipasang dari Permian ke Teluk AS. (**H)

 
Sumber: Liputan6.com





Berita Terkait

Tulis Komentar