Kejari Pekanbaru Bantah Kriminalisasi 3 Dokter yang terlibat Korupsi Alkes

  • Selasa, 27 November 2018 - 23:21:45 WIB | Di Baca : 1408 Kali

SeRiau - Kejaksaan Negeri Pekanbaru melakukan penahanan terhadap tiga orang dokter spesialis. Ketiga dokter itu ditahan karena diduga terlibat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.Mereka adalah Dr Welli Zulfikar, Dr Kuswan Ambar Pamungkas serta Drg Masrial

Penahanan ketiga dokter itu berujung aksi unjuk rasa oleh puluhan rekan seprofesi. Dalam aksinya, para dokter menilai ketiga temannya merupakan korban kriminalisasi.

Para dokter yang berdemo itu berasal dari asosiasi Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Riau.

Mereka meminta Kejari Pekanbaru melakukan penangguhan penahanan terhadap ketiga temannya. Bahkan, mereka berani menjamin ketiga koleganya tidak akan melarikan diri.

"Kami meminta agar penahanan tidak dilakukan agar mencegah terjadinya penumpukan daftar antrian tindakan (operasi) bedah mulut di rumah sakit," ujar Sekretaris PDGI Wilayah Riau, Drg Chairul Sahri di Pekanbaru, Selasa (27/11).

IKABI Korwil Riau menyatakan bahwa para dokter anggota IKABI merupakan korban dalam kasus korupsi itu. Pihaknya menilai ketiga dokter yang jadi tersangka itu dijerumuskan oleh sistem sehingga dituduh melakukan korupsi.

Para dokter pun merasa heran, Kejari Pekanbaru tidak sampai menyentuh pembuat kebijakan dalam pengadaan alkes yang menjadi kasus korupsi tersebut. Dengan dilakukannya penahanan ini, para dokter di Pekanbaru merasa disakiti.

Mereka juga beranggapan kasus tersebut membahayakan para dokter sebagai ahli bedah. Sehingga IKABI perlu mogok kerja sebagai bentuk solidaritas atas desakan seluruh anggota.

Mereka juga meminta Kejari Pekanbaru tidak menahan ketiga dokter itu. Alasannya, agar ketiga dokter tersebut tetap bisa melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Bahkan PDGI juga masih membutuhkan tenaga Drg Masrial selaku dokter ahli bedah mulut. Karena menurut PDGI, untuk di Provinsi Riau, dokter bedah mulut masih sangat langka.

Menanggapi hal itu, Kepala Kejari Pekanbaru Suripto Irianto membantah ada kriminalisasi terhadap ketiga dokter tersebut.

"Tidak benar kalau kami disebut kriminalisasi," kata Suripto.

Dia tidak mengabulkan keinginan dua asosiasi dokter tempat ketiga tersangka itu bergabung. Jaksa khawatir mereka melarikan diri dan menyulitkan proses hukum meskipun ada yang menjaminnya.

"Tetap ditahan. Kita tahan para tersangka dokter ini karena supaya tidak melarikan diri itu salah satunya," ujar Suripto.

Suripto menegaskan tak ingin para tersangka membuat jaksa kewalahan jika tidak ditahan. Sebab, jaksa memiliki pengalaman adanya 14 orang tersangka korupsi dalam kasus yang lain, sulit ditemukan karena tidak ditahan.

"Pengalaman kita selama ini, ada 14 buronan kasus korupsi di Pekanbaru sulit dicari. Makanya saat ada tersangka korupsi, langsung kita tahan," tegas Suripto.

Mereka diduga korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Ahmad yang merupakan rumah sakit milik Pemprov Riau. Proyek alat kesehatan ini dikorupsi pada tahun 2012 hingga 2013 lalu. Pihak rumah sakit telah merujuk CV Prima Mustika Raya (PMR) mengurusi kesediaan alkes dari program Jamkesda.

"Tapi ketiga dokter itu justru membeli sendiri alkes itu ke distributor obat yang terkait. Padahal CV PMR yang seharusnya mensupply alkes itu. Dokter gak boleh langsung membelinya. Lalu dibuatlah seolah-olah dibeli melalui CV PMR, padahal beli di tempat lain," kata Suripto.

Bahkan, ketiga dokter itu mengajukan tagihan ke pihak RSUD Arifin Ahmad dengan harga yang tidak wajar. Polisi menemukan adanya penggelembungan atau mark up harga alkes tersebut.

Jaksa menerima pelimpahan atau tahap II dari Polresta Pekanbaru yang menangani kasus, ketiganya langsung ditahan. Selama diproses polisi, mereka tidak ditahan.

"Ketiga dokter ini kita tahan di Rutan Sialang Bungkuk untuk 20 hari ke depan," ujar Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo.

Untuk dua tersangka lainnya merupakan dari pihak pengusaha alat kesehatan. Mereka adalah, Yuni Efriati SKP selaku Direktur CV PMR dan anak buahnya Mukhlis.

"Setelah pelimpahan tahap II ke kami, langsung ditahan. Dugaan korupsi ini merugikan negara sekitar Rp 420 juta berdasarkan hitungan BPKP Riau," ucap Odit.

Dana pembelian alat kesehatan speslistik pelayanan bedah sentral ini diambil dari dana pendapatan jasa layanan di RSUD Arifin Achmad. Mereka menaikan harga alat-alat kesehatan yang akan dipakai habis saat operasi. Para dokter bekerja sama dengan penyedia alat uintuk menaikkan harga peralatan tersebut.

"Tahun 2012 dan 2013, ketiga dokter itu mengambil keuntungan dalam pengadaan alkes spesialistik RSUD itu. Padahal pengadaan itu berupa diskon dengan menggunakan dokumen pengadaan CV PMR," tegasnya. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar