Pussy Riot, Band Punk Cewek Penyusup Final Piala Dunia 2018

  • Senin, 16 Juli 2018 - 11:08:18 WIB | Di Baca : 1420 Kali



SeRiau - Hal menarik dari laga final Piala Dunia 2018 yang berlangsung tadi malam bukan hanya tentang kemenangan Prancis, melainkan juga aksi band punk Pussy Riot yang 'nyelonong' masuk lapangan hijau.

Sebelumnya grup band punk asal Rusia Pussy Riot mengklaim bertanggung jawab atas aksi penyusupan di tengah laga final Piala Dunia 2018, Minggu (15/7) di Stadion Luzhniki, Moskow.

Empat orang yang terdiri dari dua orang pria dan dua orang perempuan ditangkap petugas keamanan stadion setelah masuk di tengah pertandingan. Mereka masuk ke tengah lapangan saat pertandingan memasuki menit 52.

Satu dari empat orang tersebut merupakan Olga Kurachyova, seorang anggota band punk Pussy Riot.

Pussy Riot merupakan sebuah band Rusia bergenre punk yang memfokuskan diri pada isu-isu feminis. Mereka dikenal di Rusia sebagai grup band punk-rock yang kerap beraksi untuk memprotes kebijakan yang dianggap "maskulin".

Grup ini tercatat terbentuk pada 2011 dan memiliki anggota sekitar sebelas wanita berusia 20 hingga 33 tahun.

Pussy Riot cepat terkenal di internet lantan melakukan aksi protes yang provokatif dan ilegal, salah satunya adalah protes dengan pertunjukan hubungan seks di depan umum di Museum Biologi Moskow pada 20 Juli 2012. Aksi tersebut bahkan dibuat film dan diunggah ke internet.

Lirik karya mereka juga tak pernah jauh dari isu feminis, hak-hak masyarakat LGBT, serta mengkritik kebijakan Presiden Vladimir Putin yang mereka sebut sebagai diktator.

Aksi debut mereka pertama kali adalah mengadakan konser di stasiun Metro Moskow pada 2012 dan menyanyikan sejumlah lagu karangan mereka yang berisi kritikan kepada Pemerintah Rusia.

VOA mencatat, kala itu, Pussy Riot tak selesai 'manggung' secara ilegal di stasiun Metro. Mereka kemudian memilih memanjat hingga atap gedung dan menyanyikan lagu mereka dalam balutan dress warna-warni dan wajah tertutup topeng warna-warni. Rusuh dan menarik perhatian.

Aksi mereka pun viral. Apalagi kala mereka ditangkap satu per satu dan dikirim ke penjara. Penangkapan Pussy Riot justru menarik simpati netizen yang mulai mendukung mereka.

Secara musikalitas, band ini tak menuntut aliran tertentu. Seorang anggota band dengan nama panggung Garadzha mengatakan kepada media Moskovkie Novosti, bahwa grup ini tidak membatasi syarat kala menerima anggota baru.

"Anda tidak harus menyanyi dengan baik. Ini punk. Anda hanya perlu teriak yang banyak," katanya, dikutip dari VOA.

Walau tak punya kriteria tertentu, band ini tampak terpengaruh dengan sejumlah grup band lainnya, seperti Angelic Upstarts, Cockney Rejects, Sham 69, dan The 4-Skins.

Pussy Riot tercatat tak memiliki album studio secara resmi, namun mereka telah merilis tujuh lagu dan lima video. Lagu mereka mendapatkan ulasan yang amat beragam, mulai dari "rekaman yang buruk", "nyanyian teriakan", "amatir", "band luar biasa".

Walau tak memiliki album secara konvensional, namun lagu mereka secara bebas bertebaran di internet dengan yang paling terkenal adalah Ubey seksista alias 'Kill the Sexist'.

Tapi jangan pernah meremehkan Pussy Riot. Pada Desember 2017 lalu mereka mengumumkan tur debut mereka di Amerika Utara. Pun mereka pernah membuat sebuah lagu mengkritik Presiden AS Donald Trump bertajuk 'Make America Great Again' pada 2016.

Consequences of Sound mengatakan pada Februari lalu bahwa pertunjukan tersebut sebagai "campuran seni aktivis yang subversif dan sebuah pertunjukan langsung". 

Tur grup band itu diadakan di penjuru Amerika Utara pada Maret hingga pertengahan Mei lalu. Kota-kota yang akan menyambut Pussy Riot adalah Chicago, Portland, Vancouver, San Fransisco, dan Los Angeles. 

Dan pertunjukan Pussy Riot baru-baru ini adalah berhasil menyusup ke tengah pertandingan final Piala Dunia 2018 yang dimenangkan oleh Prancis.

 

 

 

Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar