Rapat KSSK Bukti Kepanikan Pemerintah Terancam Krisis Ekonomi

  • Rabu, 30 Mei 2018 - 13:58:02 WIB | Di Baca : 1282 Kali

SeRiau - Ekonom Fuad Bawazier menilai pernyataan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait penguatan koordinasi dan bauran kebijakan ekonomi merupakan propaganda untuk menutup kepanikan pemerintah terhadap ancaman krisis ekonomi. 

Pada Senin (28/5) lalu, KSSK yang terdiri dari pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tiba-tiba menerbitkan keterangan pers terkait upaya koordinasi untuk menjaga stabilitas ekonomi. Mereka juga menyebutkan kondisi ekonomi Indonesia cukup baik dan kuat. 

Menurut mantan Menteri Keuangan Era Orde Baru itu, pernyataan KSSK dilakukan untuk menenangkan masyarakat, sekaligus menunjukkan pemerintah menyadari bahwa ada sesuatu yang serius dalam perekonomian Indonesia, sehingga membuat pelaku pasar gelisah.

Tak hanya itu, melalui pernyataan tersebut, Fuad menilai pemerintah telah menyeret dan mencoba berbagi tanggung jawab dengan BI, OJK, dan LPS. 

"Sayangnya argumentasi dan pernyataan yang dikemukakan (KSSK) ngambang dan tidak full disclosure, sehingga bagi orang yang mengerti ekonomi seketika saja tahu bahwa itu semacam propaganda untuk menutup kepanikan sekaligus mengantisipasi ancaman krisis," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/5).

Propaganda yang dimaksud Fuad ialah pemerintah memaparkan data-data secara sepotong, sehingga tak memperlihatkan kondisi ekonomi sesungguhnya secara komprehensif.

Misalnya saja, data defisit transaksi berjalan yang tengah menjadi isu ekonomi terkini dipaparkan tanpa perbandingan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan data pertumbuhan ekonomi yang tak disejajarkan dengan target tahun ini maupun pencapaian tahun lalu.

"Argumentasi normatif dan formalitas seperti ini juga biasa digunakan pemerintah untuk menjustifikasi defisit APBN yang maksimal 3 persen PDB dan utang negara yang maksimal 60 persen PDB sesuai UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003," paparnya.

Menurut Fuad, pemerintah juga membandingkan keterpurukan kurs rupiah dengan mata uang Turki dan Brazil, bukannya dengan sesama negara ASEAN. Sedangkan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang jatuh hingga 5,98 persen dianggap masih terkendali, dan itu karena keluarnya arus modal asing dari pasar saham. 

Sayangnya, sambung Fuad, tidak disebutkan total modal asing yang keluar dari pasar saham atau ekonomi Indonesia pada umumnya.

Pada saat yang bersamaan, dalam dokumen KPB ini juga disebutkan adanya UU Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis yang memberikan kewenangan istimewa bagi Pemerintah, BI, OJK dan LPS bertindak dalam hal terdapat ancaman krisis. 

"Kewenangan istimewa ini di perkuat atau dipermudah penggunaannya sebagaimana termuat dalam UU APBN 2018 yang juga sudah kami kritisi karena mengandung semangat moral hazard yang tinggi," terang dia.

Jadi, tambahnya, bukan tidak mungkin bagi kami yang sering mengingatkan bahwa tahun politik identik dengan tahun krisis ekonomi, seperti 1998 dengan skandal BLBI, 2008 dengan skandal Bank Century, dan 2018 dengan potensi skandal lain. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar