Realisasi Investasi Riau Tertinggi ke-9 di Indonesia

  • Kamis, 03 Mei 2018 - 13:32:23 WIB | Di Baca : 1346 Kali

SeRiau - Keterpurukan harga minyak dunia yang memberi imbas cukup besar, membuat para pemangku kepentingan di jajaran Pemerintah Provinsi Riau harus putar otak dan berpikir ekstra keras untuk mendapatkan sumber pembiayaan baru, terutama untuk mendinamisasi perekonomian daerah. Salah satu yang dilirik adalah investasi, baik melalui jalur penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. 

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau, Rahmad Rahim, Rabu (2/5/2018), masuknya investasi akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja baru, dan memberi kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk berusaha di berbagai sektor. 

Upaya menarik investasi sebanyak-banyaknya ke Riau pada akhirnya memang membuahkan hasil. Yang paling menggembirakan di tahun 2017, di mana nilai investasi yang masuk ke Riau tercatat sebanyak Rp20,5 triliun. Bahkan di tahun itu, menurut Rahmad, realisasi investasi di Riau menempati posisi tertinggi ke-9 di Indonesia. 

Salah satu instrumen yang membuat nilai investasi yang masuk ke Riau semakin tinggi adalah penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin membaik. Fakta ini diakui Sekretaris Apindo Riau Elwan Jumandri, yang menilai proses kemudahan berusaha di Riau saat ini telah relatif baik, terutama dari sisi perizinan. 

Dikatakan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Riau telah berdiri sejak dua tahun lalu dan manfaatnya benar-benar telah dirasakan oleh para pengusaha. ''Untuk perizinan sudah satu pintu, ini sangat memudahkan, untuk SIUP (surat izin usaha perusahaan) hanya butuh tiga hari hingga satu minggu,'' katanya. 

Untuk mendukung kemudahan berinvestasi, DPMPTSP Provinsi Riau menawarkan berbagai kemudahan. Antara lain Simpel, yaitu aplikasi pengolahan data perizinan dari proses penerimaan berkas, survey, hingga penerbitan izin/rekomendasi. Berikunya Mobile PNP, yaitu aplikasi berbasis android untuk proses untuk pengurusan perizinan dan non-perizinan tanpa perlu datang ke Kantor DPMPTSP Riau. 

Juga ada yang disebut dengan Ajep, yaitu sistem antar jemput perizinan untuk mempermudah proses pengurusan perizinan dan non-perizinan perusahaan, dan Integrasi, yaitu kerja sama antara DPMPTSP Riau dengan Ditjen Pajak, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Dinas Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Riau. 

Sistem yang diterapkan oleh Pemprov Riau telah mendapat pengakuan secara nasional. Menurut Kepala Bappeda Riau Rahmad Rahim, penyelenggaraan pelayanan publik di Riau mendapat predikat sangat baik. ''Secara nasional, hanya dua daerah yang meraih predikat seperti itu,'' katanya. 

Dari data yang diperoleh, angka-angka investasi --baik PMDN atau PMA-- yang masuk ke Riau terus menunjukkan grafik meningkat. Untuk PMDN, kalau pada tahun 2014 baru tercatat Rp7,70 triliun, naik menjadi 9,94 triliun di 2015. Sempat turun menjadi Rp6,61 triliun di 2016, tapi di 2017 meningkat pesat menjadi Rp10,83 triliun. Untuk tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp11,20 persen, dan di 2019 sebesar Rp11,52 triliun. 

"Investasi tahun 2017 merupakan PMDN tertinggi dalam kurun waktu empat tahun terakhir," kata Rahmad. Sementara target tahun 2018 sebesar Rp11,20 triliun hanya selisih Rp370 miliar dan memungkinkan untuk pencapaian target di 2018 dan 2019,'' beber Rahmad. 

Sementara nilai investasi asing alias PMA, kalau pada 2014 sebesar 1,36 miliar US $, menurun menjadi 0,65 miliar US $ di 2015, dan naik menjadi 0,89 milia US $ di 2016, dan naik lagi menjadi 1,86 US $ di 2017. Sementara tahun 2018 ditargetkan 1,06 US $, dan 2019 1,11 US $. 

Menurut Rahmad, tidak hanya PMDN, PMA Provinsi Riau di tahun 2017 juga mengalami peningkatan. ''Bahkan menyamai capaian tahun 2108, dan target 2019 memungkinkan untuk tercapai,'' tandasnya. 

Angka investasi yang meningkat, antara lain berimbas pada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Riau. Dipaparkan Rahmad, memang kalau pada 2014 pertumbuhan ekonomi Riau dengan minyak dan gas bumi tercatat 2,70 persen, dan sempat anjlok menjadi 0,22 persen di 2015, tapi pada 2016 berhasil digenjot lagi menjadi 2,23 persen, dan kembali naik menjadi 2,71 persen di 2017. Sementara di 2018 ditargetkan sebesar 3,73 persen, dan di 2019 3,91 persen. 

Menyoal penurunan pertumbuhan ekonomi Riau di 2015, menurut Rahmad, tahun itu memang tahun terburuk pertumbuhan ekonomi Riau karena migas sebagai andalan perekonomian Riau mengalami keterpukulan harga yang cukup berat di tahun itu. Tapi mulai 2016 dan 2017, katanya, mulai mengalami trend yang positif untuk mengejar target laju pertumbuhan ekonomi Riau dengan migas di 2018 dan 2019. 

Kepala DPMPTSP Provinsi Riau Evarefita SE MSi yang ditemui terpisah menjelaskan, sebenarnya dengan kondisi RTRW belum disahkan, ada sekitar Rp53 triliun yang terpending. ‘’Tahun 2018 ini RTRW telah disahkan, kita masih punya stok-net untuk tahun 2018 ini saja masih mempunyai Rp23 triliun dari target dan terealisasinya,’’ ujarnya. 

‘’Saya optimis sekali, jika kita prediksikan naik dari Rp25 triliun untuk tahun 2018 ditambah dengan RTRW yang terhambat tadi hampir Rp70 triliun lebih, saya optimisnya di angka Rp40 triliun untuk target tahun 2018 ini,’’ ungkap perempuan yang akrab dengan panggilan Bunda Eva ini. (mcr)





Berita Terkait

Tulis Komentar