Tren Buzzer, LBH Sebut Serangan Siber ke Jurnalis Bakal Naik
SeRiau - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut tren serangan siber pendengung alias buzzer terhadap jurnalis dan media massa akan meningkat di masa mendatang. LBH Pers mengaku telah memonitor gejala tersebut dalam beberapa waktu terakhir. .
Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan ada beberapa modus serangan siber buzzer terhadap jurnalis. Namun faktor utama serangan itu adalah polarisasi politik di tengah masyarakat.
"Ya, baru-baru ini akan tetap modelnya akan sama, kayak Tempo (dalam kasus Jokowi Pinokio), kemudian Kompas juga dengan beberapa media (kasus peliputan banjir Anies). Dan ketika ada konflik politik lagi, dengan kubu-kubu yang saling banyak ini, akan terjadi itu lagi," kata Ade dalam jumpa pers di Cikini, Jakarta, Senin (13/1).
Merespons serangan buzzer, Ade menyampaikan proses hukum harus ditempuh media massa. Namun tujuannya bukan untuk memidana pengujar kebencian, melainkan sebagai bagian menjaga legitimasi di publik.
Ia menyarankan media massa berani untuk melakukan bantahan dan somasi terhadap pernyataan buzzer. Jika tidak diindahkan, LBH Pers menyarankan media massa menempuh jalur perdata.
"Teman-teman media jangan diam juga. Kemarin sudah bagus direspons dia menyanggah itu. Jadi dengan dialektika itu, itu akan berkembang, publik juga akan menilai mana yang benar, ya sekarang rezim buzzer, berat juga," tuturnya.
LBH Pers, kata dia, mencatat ada lima kasus di 2019 berupa serangan siber terhadap jurnalis. Beberapa kasus di antaranya adalah penyebaran informasi pribadi atau doxing terhadap jurnalis.
LBH Pers mencatat kasus itu dialami oleh wartawan Tirto.id saat meliput kericuhan di Jakarta. Ia diminta untuk menurunkan berita tersebut, tetapi permintaan itu tidak digubris. Beberapa hari kemudian, ia mendapat banyak notifikasi bahwa akun media sosialnya coba dimasuki oleh orang tak dikenal.
Kasus lainnya adalah penyerangan terhadap reputasi aplikasi media massa. Hal itu dialami Tempo saat mengangkat sampul "Jokowi Pinokio". Beberapa pendengung menyerukan warganet memberi skor buruk untuk aplikasi Tempo.
Contoh lain yang disoroti LBH Pers adalah tudingan pendengung soal beberapa media massa arus utama dibayar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal itu digoreng buzzer di Twitter setelah beberapa media massa menaikkan berita seorang warga bernama Rodiyah memanggil Anies sebagai presiden.
"Menurut pendapat kami itu sangat bisa dibawa ke ranah hukum, tapi bukan dengan pidana karena kita jelas menolak pasal penghinaan UU ITE. Tapi bisa saja kita menggunakan pasal perdata," ujarnya. (**H)
Sumber: CNN Indonesia