Inilah Inspirasi "Orisinal" di Balik Baju Koko Ala "Black Phanter"
SeRiau - Demam "Black Phanter" nampaknya belum padam. Film tersebut laris manis diputar di banyak bioskop terkemuka di dunia.
Laman The Hollywood Reporter menyebut, film mengambil setting di Afrika ini memiliki plot dan rangkaian aksi yang dramatis, lengkap dengan karakter yang menonjolkan sisi sosial budaya global.
Sisi itu pula yang diyakini membantu film ini menjadi begitu digemari masyarakat global.
Film ini bukan hanya dipandang sebagai karya yang bagus selama berdirinya Marvel Studios. Namun, juga menjadi tonggak sejarah dalam eksistensi budaya kulit hitam di Hollywood.
Hal yang menarik lagi, kostum dan asesoris yang digunakan para pemain menjadi tak luput dari perhatian penonton.
Nah, dari sederet kostum "Black Panther", ada satu yang terbilang menarik dan kini menjadi perhatian para warganet di media sosial, termasuk Indonesia.
Apalagi kalau bukan kostum yang dikenakan oleh karakter T'challa, Sang Raja Wakanda.
Kostum tersebut diklaim mirip seperti baju koko dan diprediksi akan menjadi tren untuk fashion lebaran di tahun 2018 ini.
Bahkan, sejumlah lapak di toko online pun turut menawarkan baju koko yang disebut ala Black Panther.
Namun, meski mirip dengan baju koko, kostum tersebut sebenarnya terinspirasi dari baju tradisional Afrika yang bernama agbada.
Ruth Carter, desainer dalam film Black Panther ini menciptakan mantel cutaway berdasarkan desain pada abad 18 dengan hiasan di bagian depan dan potongan lengan bergaya Nigeria.
Agbada merupakan pakaian pria yang biasa dikenakan oleh masyarakat Nigeria di Afrika Barat. Ini merupakaan jenis pakaian berbentuk jubah dengan potongan lebar yang dilengkapi hiasan bordir.
Pakaian ini biasanya dikenakan oleh orang-orang penting, seperti raja dan kepala suku. Baju tradisional ini pun sebenarnya hanya dikenakan saat acara seremonial, seperti pernikahan atau pemakaman.
Pakaian ini memang mengandung unsur Islami karena pada akhir abad ke 18, tatanan kekuasaan wialayah yang saat ini sebagian besar ada Nigeria terkena dampak dari penyebaran agama Islam.
Penyebaran agama Islam tersebut dilakukan oleh Suku Fulani di bawah pimpinan Uthman dan Fodio.
Saat penguasa Fulani berhasil mengalahkan kekuatan utama Yoruba, Ibu Kota Yoruba ditinggalkan pada tahun 1830an, penguasa Fulani yang baru membawa pakaian pria tersebut.
Modelnya terdiri dari jubah dan celana panjang longgar, yang sebenarnya disesuaikan untuk pakaian saat menungggang kuda.
Mereka juga membawa sebuah tradisi Islam berupa "jubah kehormatan" berbentuk gaun bersulam, dan dilengkapi dengan turban yang biasa dipakai penguasa serta pejabat pengadilan.
Dulu, para pangeran Arab dan penguasa lainnya membeli jubah terbaik untuk mereka sendiri, dan membagikannya kepada orang-orang di istana mereka.
Seiring berkembangnya jaringan perdagangan dan pakar tekstil yang melayani raja Arab, banyak penguasa di luar Yoruba yang berada di luar kekuatan Fulani mengadosi gaya berpakaian ini.
Hingga pada abad ke 20, pakaian ini pun di terima di wilayah Nigeria yang luas dan masuk ke negara-negara tetangga. (*JJ)
Sumber: Kompas