Mudik Tahun 2021 Berdasarkan Masa Pandemi Covid-19


 

Seriau,- Sejak kemunculan pertamanya di Wuhan, China, pada akhir tahun 2019, Coronavirus  Disease (Covid-19) telah menjadi pandemi global, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 15 juta orang pada Agustus 2020. Pandemi yang penyebarannya dipengaruhi oleh interaksi antarmanusia ini, telah membuat sistem-sistem ekonomi, kesehatan, dan pemerintahan terguncang (Musselwhite et al, 2020). 

Dalam merespon hal tersebut, pemerintah menetapkan pembatasan sosial dan aktivitas (Honey-Roses et al., 2020), yang sangat berpengaruh pada kegiatan perjalanan di berbagai moda angkutan, yaitu angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara (Zhang dan Hayashi, 2020). Pemerintah Republik Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 pada awal Maret 2019, disertai keputusan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (Djalante et al., 2020). 

Penerapan kebijakan ini telah memengaruhi mobilitas masyarakat Indonesia, dengan yang terpengaruh besar adalah kegiatan mudik, yang umumnya dilakukan oleh masyarakat di Indonesia menjelang Idul Fitri (Prasetyo dan Sofyan, 2020). Perjalanan mudik ini merupakan perjalanan ritual yang unik dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia, serta umumnya menarik jutaan orang (Yulianto, 2012).

Saat pandemi covid-19 tahun 2020, perjalanan mudik sangat berkurang, karena adanya penerapan kebijakan pembatasan pergerakan di kota-kota Indonesia. Pembatasan pergerakan telah memengaruhi kebutuhan individu untuk beraktivitas ditujukkan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mental dan emosional (Ettema et al., 2010). Berbagai masalah mental tersebut telah muncul pada pandemi ini, seperti stress dan frustasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa masalah ini akan berlanjut walaupun pandemi berakhir ( Brooks et al., 2020; Campbell, 2020).

Pengaruh ini juga berdampak pada partisipasi seseorang untuk melakukan perjalanan di masa mendatang, termasuk untuk perjalanan mudik, karena mudik dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mental dan emosional juga (Prasetyo dan Sofyan, 2020). Studi tentang pengaruh Covid-19 pada karakteristik perjalanan pada umumnya masih sangat terbatas (De Vos, 2020). Di sisi lain studi tentang mudik sangat penting dilakukan karena merupakan perjalanan yang dilakukan oleh banyak masyarakat Indonesia secara reguler setiap tahun. 

Pemahaman tentang perjalanan mudik di masa mendatang yang didasarkan pada kondisi pandemi sangat penting untuk merumuskan kebijakan manajemen perjalanan mudik mendatang sehingga kemacetan dan faktor negatif lainnya dapat diatasi. Dengan urgensi tersebut, studi ini bertujuan untuk memahami perilaku perjalanan mudik pada tahun 2021. Secara spesifik perlu dilakukan analisis terhadap intensi mudik tahun 2021 dengan mempertimbangkan alasan mudik, aspek kesehatan mental saat  pandemi 2020, dan aspek sosiol demografi.

Karakteristik Alasan Mudik Pelaku Perjalanan untuk memanfaatkan mudik untuk berlibur atau refreshing. Selain itu, yang menjadi alasan kuat lainnya adalah untuk bersilahturahmi dengan sanak saudara, Alasan-alasan itu masih tetap menjadi motivasi para untuk melakukan mudik tahun ini. alasan mudik sebagai sarana berlibur dan refreshing. Mudik tahun ini merupakan kesempatan untuk bersilahturahmi dengan sanak saudara.

Matrik struktur pada fungsi pendapatan kurang dari 2,5 juta rupiah dan alasan rindu orang tua cenderung berasosiasi pada pelaku perjalanan yang akan mudik daripada yang belum memutuskan mudik. Sedangkan pelaku perjalanan yang memiliki saudara yang tinggal bersama lebih banyak cenderung belum memutuskan mudik dari pada akan mudik. Pada fungsi ditemukan bahwa jumlah ketersediaan mobil yang tinggi dan pendapatan lebih besar dari 10 juta berasosiasi dengan grup yang belum memutuskan mudik dari pada yang tidak akan mudik. Orang yang merasakan tidak produktif saat pandemi cenderung tidak akan mudik pada tahun 2021 Alasan untuk mudik diketahui memengaruhi intensi untuk mudik. 

Alasan rindu orang tua cenderung berasosiasi pada pelaku perjalanan yang akan mudik daripada yang belum memutuskan mudik. Temuan ini menandakan perasaan emosional terhadap anggota keluarga sangat memengaruhi keputusan mudik dari pada lainnya. Jumlah keluarga atau 
saudara yang tinggal bersama cenderung masuk pada grup yang belum memutuskan mudik. Diduga bahwa dengan semakin banyak anggota keluarga, kebutuhan untuk mudik akan berkurang karena keluarga berkumpul pada satu rumah. 

Pelaku perjalanan yang merasakan perasaan jengkel dan tidak sabar menunggu pandemi berakhir cenderung merekomendasikan beberapa kebijakan dalam rangka memitigasi efek negatif mudik pada tahun 2021. Belum adanya kepastian akan berakhirnya pandemi Covid-19, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pelaku perjalanan yang tetap akan melakukan mudik pada tahun 2021, khususnya pada segmentasi pelaku perjalanan dengan pendapatan yang lebih rendah dan pada usia muda. 

Dengan hal tersebut, sebelum periode mudik, pemerintah perlu mempersiapkan protokol mudik yang sesuai dengan anjuran pembatasan sosial WHO (WHO, 2020). Selain itu, edukasi protokol sangat penting untuk diterapkan di lokasi-lokasi tujuan mudik yang umumnya merupakan perkotaan dengan populasi lebih rendah atau pedesaan, sehingga tidak terjadi penyebaran pada lokasi-lokasi tujuan tersebut. 

Selain itu, temuan tentang alasan mudik menunjukkan bahwa alasan emosional sangat berperan dalam intensi untuk mudik. Dengan adanya perkembangan teknologi, pemerintah dan swasta dapat meningkatkan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di daerah-daerah untuk meningkatkan aksesibilitas telekomunikasi. Jika kebutuhan emosional yang terkait dengan aktivitas mudik dapat difasilitasi, kemungkinan mudik dapat dimitigasi pada masa pandemi, khususnya pada segmentasi pelaku perjalanan 
yang belum memutuskan atau masih memikirkan untuk mudik.***

Penulis: H Abdul Kudus Zaini. MT, MS, TR, IPM (Program Studi Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau)