Pengamat Curiga Misi di Balik Wacana Revisi UU ITE Jokowi

  • by Redaksi
  • Jumat, 19 Februari 2021 - 19:20:24 WIB

SeRiau - Analis Politik Exposit Strategy Arif Susanto mensinyalir wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengemuka hanya sebatas alat pencitraan pemerintah.

Kecurigaan itu muncul sebab menurut Arif, gagasan revisi UU ITE mencuat di tengah terpaan pelbagai kritik dari dalam negeri dan internasional. Salah satu yang terbaru, survei The Economist Intelligence Unit (EIU) mendapati indeks demokrasi Indonesia menurun.

Indonesia menempati peringkat 64 dari 167 negara dunia. Merosotnya indeks demokrasi tersebut bersamaan dengan bergulirnya pelbagai kritik mengenai kebebasan berpendapat dari publik di dalam negeri.

"Kita layak curiga pernyataan Presiden Jokowi mengenai pentingnya revisi UU ITE sebagai alat pencitraan politik, kenapa demikian, karena sebelumnya ada sorotan dunia internasional dan kritik publik yang nyaris menunjukkan bahwa pemerintah tak mampu membuat capaian yang baik," kata Arif dalam diskusi virtual 'Revisi UU ITE: Setelah Korban Berjatuhan', Jumat (19/2).

Arif pun merinci setidaknya ada dua kritik dari dunia internasional yang mungkin jadi pertimbangan Jokowi untuk mencari cara mengamankan citra.

Selain laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyatakan indeks demokrasi Indonesia mencatatkan skor terendah dalam 14 tahun terakhir, ada pula angka Indeks Persepsi Korupsi(IPK) Indonesia yang juga anjlok ke posisi 102 dari 180 negara.

"Kalau kita pertanyakan, apa capaian pemerintah yang sudah bisa dibanggakan dalam 1,5 bulan terakhir, hampir tak ada. Yang ada justru malah kritik-kritik," ucap Arif.

Kemudian, Arif juga curiga bahwa kabar revisi UU ITE ini hanya sebagai bagian dari barter politik. Ia menilai ada kemungkinan revisi UU ITE akan menggeser RUU lainnya yang telah dipastikan masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

"Kita patut khawatir bahwa rencana revisi UU ITE ini menjadi bagian dari barter politik. Juga mesti diwaspadai, ada kemungkinan seandainya revisi UU ITE ini masuk Prolegnas, bukan tidak mungkin RUU lain yang masuk dalam prolegnas akan didrop," ucap dia.

Arif pun menduga ada kemungkinan RUU yang sudah terdaftar dalam Prolegnas Prioritas 2021 lebih berpotensi mengancam popularitas pemerintah. Meskipun ia tak menyebut RUU apa yang dianggap mengancam tersebut.

"Jadi saya ragu bahwa pemerintah serius akan merevisi UU ITE ini," kata dia lagi.

Kecurigaan revisi UU ITE sebagai bagian pencitraan belaka juga datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

KontraS menganggap kabar revisi UU ITE muncul semata untuk menyelamatkan citra pemerintah lantaran kerap kali secara paksa mempidanakan orang-orang yang kritis.

Sebelumnya Presiden Jokowi melalui pidatonya mengutarakan niat untuk merevisi UU ITE jika terbukti beleid ini tidak memberikan rasa keadilan.

"Kalau Undang-undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini," ucap Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2) lalu.

Tapi hingga kini, wacana tersebut tak kunjung terang ujungnya.

Jokowi sempat menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyiapkan revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 yang memuat ITE tersebut.

Tapi di sisi lain, mengemuka pula ide berupa penyusunan interpretasi resmi UU ITE dari Jokowi. Sejumlah pakar mempertanyakan kekuatan hukum dari pedoman interpretasi pasal UU ITE tersebut. (**H)


Sumber: CNN Indonesia