300 Anggota Parlemen Myanmar Desak PBB Selidik Kudeta Militer

  • by Redaksi
  • Jumat, 12 Februari 2021 - 21:24:58 WIB

SeRiau - Sekitar 300 anggota parlemen terpilih Myanmar mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk turun tangan atas kudeta yang dilakukan militer negara tersebut.

Mereka menyebut kudeta yang dilakukan 1 Februari itu sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi, dalam pernyataannya, mereka mengutuk penahanan pimpinan sipil hingga penembakan demonstran.

Seperti dilansir Reuters, dalam surat yang dikirimkan ke Dewan HAM PBB lewat Duta Besar Inggris Julian Braithwaite, mereka menyatakan junta militer telah melakukan pengekangan kebebasan sipil. Salah satunya, menutup kebebasan berpendapat dengan mengontrol ketat jaringan telekomunikasi.

"Kami mendesak Dewan HAM PBB untuk mendukung perjuangan kami," demikian pernyataan para anggota parlemen tersebut, Jumat (12/2).

Sebelumnya investigator HAM PBB mendesak Dewan Keamanan PBB  mempertimbangkan sanksi keras buat atas kudeta militer di Myanmar.

Salah satu anggota Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat (AS), telah menjatuhkan sanksi mereka sendiri terhadap Myanmar. Negara Paman SAM itu pun mendesak anggota PBB lainnya mengikuti langkah mereka.

Pelapor khusus PBB Thomas Andrews mengatakan ada bukti-bukti laporan, termasuk dokumen foto, yang menunjukkan pemakaian kekerasan serta amunisi tajam dari militer Myanmar menghadapi para demonstran sejak sekitar dua pekan lalu.

Sejauh ini, China dan Rusia-anggota DK PBB yang dikenal memiliki kedekatan dengan militer Myanmar-menyatakan untuk menunda dulu pertemuan pembahasannya.

"Apa yang terjadi di Myanmar adalah persoalan hubungan dalam negeri Myanmar," kata Duta Besar China untuk PBB, Chen Xu.

"China tetap kontak dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di Myanmar untuk mendorong relaksasi dan kembali ke situasi normal," imbuhnya.

Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Gennady Gatilov mengatakan persoalan-persoalan HAM seharusnya diselesaikan lewat kerja sama dan dialog yang terbuka. (**H)


Sumber: CNN Indonesia