KontraS Catat 62 Kasus Penyiksaan di Indonesia dalam Setahun


 

 


SeRiau - Organisasi pemerhati hak asasi manusia (HAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat 62 kasus praktik penyiksaan terjadi di Indonesia selama setahun dalam periode Juli 2019 sampai Mei 2020.

Dalam laporan tahunan yang dikeluarkan bertepatan dengan hari Anti Penyiksaan Internasional itu, KontraS merinci praktik penyiksaan didominasi institusi kepolisian dengan 48 kasus. Sedangkan sisanya, 9 kasus dari TNI serta 5 kasus dari sipir yang bertugas di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

"Korban-korban penyiksaan ini mayoritas itu dari tahanan sebanyak 48 kasus, dan sipil 14 kasus," ujar Kepala Biro Riset dan Dokumentasi KontraS, Revanlee Anandar konferensi pers yang disiarankan langsung, Kamis (25/6).

Sementara dari total 62 kasus tersebut, Revanlee mengatakan tercatat ada 220 korban dengan rincian 199 orang luka-luka, dan 21 orang tewas. Dalam laporannya, praktik penyiksaan paling banyak dilakukan dalam kasus salah tangkap sebanyak 46 kasus dan 16 kasus lainnya terjadi dalam kasus kriminal murni.

Adapun terkait sebaran lokasinya, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi wilayah dengan jumlah kasus penyiksaan paling banyak dengan 9 kasus, disusul DKI Jakarta dengan 8 kasus, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan 6 kasus.

Warga dalam tahanan, masih merujuk laporan KontraS seperti dituturkan Revanlee, menjadi objek paling banyak menerima praktik penyiksaan dengan catatan 48 kasus penyiksaan. Sementara sisanya, sebanyak 14 kasus penyiksaan, dilakukan terhadap warga sipil.

Selain itu, KontraS juga menemukan praktik penyiksaan kerap terjadi dalam kasus salah tangkap. Tercatat ada 46 kasus praktik penyiksaan dalam kasus salah tangkap, sedangkan 16 kasus sisanya terjadi dalam murni kriminal.

"Kasus salah tangkap ini semakin menegaskan bahwa praktik penyiksaan berkaitan erat dengan artikulasi relasi kuasa antara penegak hukum dan korban/terduga pelaku yang disangkakan," jelas Revanlee.

Ia juga menjelaskan, praktik penyiksaan oleh aparat penegak hukum itu juga kerap terjadi dalam upaya pencarian pelaku. Cara itu menurut Revanlee dilakukan sebagai jalan pintar aparat penegak hukum dalam mengungkap pelaku dalam sebuah kasus kriminal.

"Sehingga proses penyidikan akan dengan mudah diselesaikan oleh penyidik dengan adanya pengakuan dari korban atau pelaku yang disangkakan melakukan tindak pidana," kata dia.

 

 


Sumber CNN Indonesia