KPK Minta Haris Azhar Sampaikan Langsung Informasi Keberadaan Nurhadi

  • by Redaksi
  • Rabu, 19 Februari 2020 - 23:28:48 WIB

SeRiau - Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, meminta Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar untuk menyampaikan secara langsung informasi keberadaan mantan Sekretaris MA, Nurhadi kepada penyidik KPK.

Tak hanya Haris, Maqdir sang pengacara Nurhadi pun diminta untuk menyampaikan lokasi kliennya.

“Kalau memang punya itikad baik, sekali lagi baik mas Haris maupun Maqdir, silakan informasikan kepada KPK karena kita sudah sampaikan partisipasi masyarakat sangat ditunggu baik melalui telepon ke penyidik maupun call center,” ujar Ali kepada wartawan di KPK, Jakarta, Rabu (19/2).

Menurut informasi yang didapatkan Haris, dia menyebut Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, ada di salah satu apartemen mewah di Jakarta. Menurut dia, eks Sekretaris MA itu mendapat pengawalan ketat.

Haris juga meyakini bahwa KPK sudah tahu keberadaan Nurhadi. Ia menganggap status DPO Nurhadi hanyalah formalitas semata.

Ali jelas membantah tuduhan Haris tersebut. Dia pun meminta Haris untuk membeberkan nama apartemen mewah yang dia maksud.

“Sekali lagi kalau itikad baik membantu ya datang dan sampaikan posisinya di mana, Jakarta luas, posisi di mana? Nanti kami telusuri,” ujar Ali.

Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ditetapkan menjadi DPO KPK pada 11 Februari 2020 lalu, setelah 3 kali mangkir sebagai saksi dan 2 kali sebagai tersangka pada 9 dan 27 Januari lalu.

Dalam kasusnya, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.

Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.

Ketiganya sempat memohon praperadilan di PN Jakarta Selatan. Yang disoalkan adalah mengenai status tersangka yang dianggap tak sah. Namun, majelis hakim tunggal menolak praperadilan itu dan status tersangka untuk trio tersangka mafia peradilan itu tetap sah.

Namun, ketiganya kembali mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. Petitumnya juga tetap sama, yakni mempermasalahkan penetapan tersangka, yang lebih spesifik pada penerbitan SPDP dari KPK. (**H)


Sumber: kumparan.com