KPK Tahan Tersangka Kasus Korupsi Proyek Bakamla

  • by Redaksi
  • Selasa, 14 Januari 2020 - 22:33:35 WIB

SeRiau - KPK menahan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Rahardjo Pratjihno. Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) ini ditahan untuk 20 hari pertama.

"KPK melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama RJP (Rahardjo Pratjihno), Direktur Utama PT CMITvdalam perkara pengadaan backbone coastal surveillance system di Bakamla," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).

"Ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK," lanjutnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Ketua Unit Layanan dan Pengadaan, Leni Marlena, anggota Unit Layanan Pengadaan BCSS, Juli Amar Ma'ruf, dan Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT), Rahardjo Pratjihno selaku rekanan BCSS Bakamla.

Kasus ini berawal pada 2016 saat Bambang Udoyo selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) kegiatan peningkatan pengelolaan informasi, hukum, dan kerja sama keamanan dan keselamatan laut, serta Leni dan Juki diangkat menjadi Ketua dan Anggota ULP di Bakamla.

Pada tahun yang sama, ada usulan anggaran pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) senilai Rp 400 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016. Kemudian, ULP Bakamla mengumumkan lelang BCSS dengan pagu anggaran Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar dab PT CMIT kemudian dinyatakan sebagai pemenang lelang pada September 2016.

Kemudian terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu pada Oktober 2016. Meski anggaran yang ditetapkan oleh Kemenkeu untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

Lalu, Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo selaku Dirut PT CMIT meneken kontrak dengan nilai Rp 170,57 miliar pada 18 Oktober 2016. Kontrak itu disebut bersumber dari APBN-P 2016 dan berbentuk lump sum.

"Ini dari kontrak Rp 170 miliar ada kerugian diperkirakan Rp 54 miliar. Modusnya mungkin mark up, meninggikan harga. Ini sesuatu yang lazim terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Bagaimana KPK atau POM AL mengembalikan kerugian negara? Ini kan yang menikmati kerugian negara kemungkinan besar adalah korporasinya. Maka korporasi yang nanti kita tuntut untuk mengembalikan kerugian negara itu. Mungkin dengan mentersangkakan korporasinya," kata Wakil Ketua Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Selain ketiga tersangka itu, sebenarnya ada seorang tersangka lain yang ditetapkan dalam perkara ini, yaitu Bambang Udoyo yang merupakan militer aktif. Kasus tersebut ditangani POM AL kemudian di sidang di Pengadilan Militer Jakarta. Bambang divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus suap pengadaan satellite monitoring di Bakamla. (**H)


Sumber: detikNews