"Oleh-Oleh" Jadi Kode Korupsi Hakim PN Balikpapan


SeRiau - KPK mengungkapkan kode yang diberikan Kayat (KYT), hakim Pengadilan Negeri Balikpapan saat menagih fee pemulusan perkara pemalsuan surat atau penipuan kepada Jhonson Siburian (JHS) selaku pengacara terdakwa atas nama Sudarman (SDM).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mengatakan kode yang digunakan Kayat untuk menagih fee yang dijanjikan pengacara terdakwa berupa "oleh-oleh."

Laode menjelaskan, SDM adalah terdakwa kasus pemalsuan surat yang disidang di PN Balikpapan dengan nomor perkara: 697/Pid.B/2018/PN Bpp.

Setelah sidang, hakim KYT bertemu dengan JHS selaku pengacara SDM dan menawarkan bantuan pembebasan terhadap kliennya dengan fee Rp500 juta. Namun, SDM berjanji akan memberikan duit sebesar itu bila tanahnya yang ada di Balikpapan sudah laku terjual.

"Untuk memberikan keyakinan pada KYT, SDM sampai menawarkan agar KYT memegang sertifikat tanahnya dan akan memberikan uang setelah tanahnya laku terjual. Namun KYT menolak dan meminta fee diserahkan dalam bentuk tunai saja," kata Laode saat jumpa pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019).

Laode melanjutkan, pada Desember 2018, SDM dituntut pidana lima tahun penjara atas kasus pemalsuan tersebut. Namun SDM diputus lepas dengan tuntutan tidak diterima oleh hakim KYT. Walhasil SDM dibebaskan.

"Sekitar sebulan setelah pembacaan putusan, karena uang belum diserahkan atau pada Januari 2019, KYT menagih janji SDM melalui advokatnya yakni JHS," terang dia.

Pada 2 Mei 2019, advokat JHS bertemu hakim KYT di PN Balikpapan. KYT menyampaikan akan pindah tugas ke Sukoharjo seraya menagih fee pembebasan SDM.

"KYT menyampaikan akan pindah tugas ke Sukoharjo dan menagih janji fee dan bertanya oleh-olehnya mana?" ucap Laode.

Mendapat tagihan itu, pada 3 Mei 2019, SDM mengambil uang Rp250 juta di sebuah bank di Balikpapan. Dari jumlah tersebut, Rp200 juta dimasukkan ke dalam plastik hitam dan Rp50 juta dimasukkan dalam tasnya. Kemudian, SDM menyerahkan uang Rp200 juta itu kepada pengacaranya, JHS dan staf JHS bernama Rosa Isabela (RIS) untuk diberikan kepada hakim KYT.

"Selanjutnya pada 4 Mei 2019, RIS dan JHS menyerahkan uang sebesar Rp100 juta kepada hakim KYT di PN Balikpapan. Sedangkan Rp100 juta lainnya ditemukan di kantor JHS," ungkap Laode.

Sebagai pihak yang diduga menerima suap, hakim KYT disangkakan melanggar melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu sebagai pihak yang diduga pemberi suap, SDM dan JHS disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (**H)


Sumber: Okezone