Marak Begal dan Pembunuhan, Warga di Wamena Tuntut Copot Kapolres

  • by Redaksi
  • Sabtu, 29 Desember 2018 - 22:23:24 WIB

SeRiau - Warga yang tergabung dalam paguyuban nusantara dan kerukunan keluarga di Wamena, mendesak Kapolda Papua untuk mencopot jabatan Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba.

Desakan ini dilakukan karena Kapolres Jayawijaya dituding tak bisa memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi masyarakat di Kota Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya. 

Desakan ganti Kapolres Jayawijaya dipicu aksi begal yang disertai dengan pembunuhan yang dilakukan oleh dua orang dan mengakibatkan nyawa Pendeta Clarce Rinsampessy Salamena (66) meninggal dunia pada Jumat (28/12) sekitar pukul 20.00 WIT, akibat tusukan benda tajam di tubuhnya.

Warga paguyuban nusantara yang marah dengan kejadian ini pun menggelar aksi damai di halaman Polres Jayawijaya, bersama dengan Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya (PGGJ) dan para pendeta lainnya. 

Pendeta Alexander Mauri yang memimpin aksi damai di Mapolres Jayawijaya menyebutkan aksi damai di halaman Polres Jayawijaya sebagai bentuk keprihatinan masyarakat, tokoh gereja dan tokoh masyarakat, agar polisi dapat memberantas segala tindak kejahatan.

“Ini hari natal, pendeta dibunuh di depan gereja. Ini sangat keji. Kami tidak tolerir aksi ini. Kami minta pelaku ditangkap dan ditindak tegas, sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Pendeta Mauri, Sabtu (29/12).

Hal lain diungkapkan Pendeta Wilirum yang meminta kepolisian dan pemerintah duduk bersama dengan kepala distrik, kepala kampung, tokoh gereja, tokoh masyarakat dan berbicara sebuah konsep yang tepat untuk menata Kota Wamena untuk bebas dari gangguan keamanan.

“Jika tak mampu amankan kota ini. Lebih baik, kami pendeta yang amankan kota ini. Kami tantang satu tahun pendeta yang pimpin keamanan di Wamena. Jika tidak, ganti saja kapolresnya,” jelasnya. 

Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jayawijaya Pendeta Esmon Walilo mengatakan aksi begal disertai pembunuhan terhadap masyarakat bukan kali ini saja terjadi dan kasusnya tak pernah terungkap, bahkan pelakunya pun bebas berkeliaran.

“Polres Jayawijaya tidak pernah bekerja dengan baik. Kami sudah sering melakukan pertemuan bersama dengan sejumlah tokoh adat, agama dan masyarakat, membahas keamanan dan ketertiban masyarakat, tapi kota ini tak pernah aman,” kata Pendeta Walilo.

Bahkan FKUB pernah mengusulkan kepada polisi, agar senjata tajam yang dibawa masyarakat tidak boleh masuk ke Kota Wamena. Tapi apa yang terjadi saat ini, masih banyak warga yang membawa senjata tajam di Kota Wamena. 

“Ini seperti pembiaran. Anehnya jika di Pulau Jawa pembunuhan mudah ditangkap, kenapa di Wamena sulit sekali pelaku pembunuhan tertangkap. Jika ini tak bisa diungkap, maka kejahatan akan terus terjadi,” ujarnya.

Sekretaris Forum Komunikasi Kerukuranan dan Paguyuban Nusantara Jayawijaya, Iswardi mengungkapkan rentetan tindak kejahatan di Wamena sejak 2013 tidak pernah ada penyelesaiannya. “Apa sebenarnya kerja polisi? Kalau tidak sanggup bilang, biar kita ganti kapolresnya,” tuturnya.

Iswardi menambahkan akar masalah di Wamena ada dua yakni minumass keras (miras) dan perjudian. Maka dari itu, miras dan judi harus dimusnahkan. 

Hal lainnya dijelaskan Kepala suku besar Maluku se pegunungan tengah Papua, Christian Sohilait menyebutkan empat hal yang harus diperhatikan kepolisian yakni yang pertama ambil tindakan agar seluruh miras dan sajam di Kota Wamena dibersihkan. Kedua, pelaku pembunuhan terhadap pendeta Clarce Rinsampessy Salamena ditangkap dalam waktu 2 x 24 jam. Ketiga, Kapolres Jayawijaya diganti, Keempat meminta kepada kepolisian dan pemerintah daerah dalam memasuki tahun baru tidak ada miras dan perjudian. (**H)


Sumber: kumparanNEWS