Tolak Praperadilan Hary Tanoe, Ini Pertimbangan Hakim
Jakarta, SeRiau-
Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menolak permohonan digugurkannya status tersangka Hary Tanoesoedibjo dalam kasus SMS ancaman. Ada sejumlah pertimbangan termasuk soal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Menurut Cepi, dalam dalil permohonan praperadilannya, kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo, Munathsir Mustaman, tidak memasukkan soal keterlambatan SPDP yang melebihi batas 7 hari. Akan tetapi, soal keterlambatan SPDP itu hanya dimasukkan dalam kesimpulan.
Dengan begitu hakim tidak mempertimbangkannya karena khawatir disebut Ultra Petita. Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau memutus melebihi dari pada yang diminta.
"Menimbang setelah mempelajari dan meneliti materi dari pemohon tidak ditemukannya dalil dari pemohon tentang keberatan terlambatnya SPDP itu. Hakim praperadilan berpendapat apabila tidak didalilkan dalam permohonan gugatan praperadilan berarti pemohon berpendapat SPDP oleh termohon bukan perkara yang substansial," kata Cepi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (17/7/2017).
Selain itu, Cepi menyimpulkan alat bukti yang dimiliki Polri telah lengkap dengan melampirkan 52 alat bukti surat. Cepi juga menilai proses penyidikan Polri telah sesuai prosedur.
"Setelah adanya dua alat bukti yang sah, maka penetapan tersangka terhadap Hary Tanoesoedibjo, tindakan penyidikan terhadap Hary Tanoesoedibjo yang dilakukan termohon adalah sah," kata Cepi.
Selain itu, Cepi juga menolak pendapat kuasa hukum Hary yang menyebut kasus ITE harusnya disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kominfo. Hal itu karena Polri juga berwenang karena tidak ada aturan mengenai perkara UU ITE harus diproses oleh PPNS.
"Sehingga alasan dari pemohon harus dikesampingkan," kata Cepi.
Seperti diketahui, Hary Tanoe menjadi tersangka karena SMS yang dikirim ke jaksa Yulianto disangkakan mengandung unsur ancaman. Polisi menjerat Hary Tanoe dengan Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008. Ancaman pidana penjaranya 4 tahun.
Atas dasar itu dia meminta status tersangkanya digugurkan melalui gugatan praperadilan. Kuasa hukum Hary, Munathsir Mustaman menilai penyidikan yang dilakukan Polri diduga menyalahi aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Munatsir menyebut proses penyidikan perkara kasus SMS ancaman menyalahi Pasal 109 KUHAP. Dalam pasal itu, menurut Munatsir, disebutkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) harus dikirim kepada terlapor dan pelapor dalam kurun waktu 7 hari. Namun kenyataannya, sambung Munatsir, SPDP baru dikirim 47 hari kemudian. ( Sumber : Detiknews.com)