Pakar Prediksi Pandemi COVID-19 hingga Tahun Depan, Ini Penyebabnya

  • Senin, 20 Juli 2020 - 21:13:39 WIB | Di Baca : 2208 Kali

SeRiau - Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr dr Windhu Purnomo memprediksi tanda-tanda pandemi COVID-19 di Indonesia belum akan berakhir hingga tahun depan. Hal itu terjadi karena kebijakan penanganan COVID-19 tak pernah konsisten.

"Iya, tambah tidak karu-karuan. Kita tidak tahu lagi. Ini aja puncaknya belum muncul gelombang pertama loh ya. Kita tidak usah ngomong gelombang kedua. Pertama saja belum selesai," ujar Windhu saat berbincang-bincang dengan detikcom, Senin (20/7/2020).

"Kami sendiri bolak-balik memprediksi. Prediksi itu kan harus asumsinya dengan data yang sekarang dengan kebijakan sekarang. Kalau kebijakannya itu berubah entah itu memperketat atau memperlonggar pasti akan berubah lagi kondisi di lapangan lagi," tambahnya.

Windhu menambahkan pemerintah konsisten dengan kebijakannya, maka prediksi kapan puncak, atau berakhirnya pandemi COVID-19 akan mudah diketahui. Sebab, prediksi soal pandemi harus periodik.

"Kalau kebijakan kita konsisten kita gampang memprediksi itu. Nah seperti sekarang ya sudah buyar lagi. Bikin prediksi baru lagi. Jadi prediksi itu harus dilakukan periodik entah dua mingguan dan seterusnya," terangnya.

Menurut Windhu, prediksi periodisasi pandemi COVID-199 sendiri sebetulnya bukan untuk dicapai atau menjadi target. Namun prediksi itu merupakan antisipasi agar puncak pandemi tidak terlalu tinggi atau bahkan mencegahnya.

"Prediksi itu sesungguhnya bukan untuk agar tepat atau tidak. Tetapi itu sebagai antisipasi. Oh puncaknya pada bulan ini kalau bisa dipercepat, artinya kita harus lebih memperketat supaya puncaknya tidak terlalu tinggi dan tidak mencapai sehingga lebih cepat untuk turun. Dan kita bisa siap masuk ke kehidupan baru," jelasnya.

Untuk itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar konsisten dengan kebijakan penanganan COVID-19. Sebab dengan konsisten, maka data yang ada di lapangan akan diketahui dan bisat menjadi acuan prediksi masa pandemi secara periodik.

"Jadi itu bolak-balik ada pelonggaran perubahan yang tiba-tiba itu. Dan itu pasti akan mengubah perilaku masyarakat dan mempengaruhi penularan. Makanya prediksi harus dilakukan secara periodik," tegasnya.

"Ya misalkan tiba-tiba ada pelonggaran. Tiba-tiba buka ini buka itu. Misal di Jakarta tiba-tiba Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) itu ditiadakan. Nah itu kan mengubah data sehingga memudahkan penularan. Tiba-tiba kemenhub mengeluarkan kebijakan menggunakan rapid test tapi tiba-tiba dilonggarkan masa berlakunya jadi 2 minggu. Nah itu juga pelonggaran juga," pungkasnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar