Aspri Imam Nahrawi Duga Suap Hibah KONI Mengalir ke BPK dan Kejagung

  • Sabtu, 16 Mei 2020 - 05:39:37 WIB | Di Baca : 3081 Kali

SeRiau - Asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, akhirnya mengakui telah menerima suap dana hibah KONI. Suap ia terima dari mantan Bendahara Umum KONI, Johny E Awuy, yang ditujukan kepada Imam Nahrawi. Suap diberikan agar Kemenpora mempercepat pencairan dana hibah KONI tahun 2018. 

Ulum baru mengakui telah menerima suap hibah KONI karena ingin melindungi beberapa pihak yang diduga menerima aliran suap tersebut. 

Menurut Ulum, suap hibah KONI tak hanya dinikmati Imam, melainkan juga diduga mengalir ke Kejaksaan Agung dan BPK. Dugaan aliran dana ke Kejagung dalam rangka pengamanan kasus. Sementara ke BPK terkait audit keuangan. 

"Di BAP 53 huruf c, saudara mengatakan 'saya tetap di sini enggak apa-apa yang penting dia lolos. Saya akan mengakui uang yang belasan juta, saya akui yang Rp 10 juta, Rp 20 juta, yang gede-gede enggak akan saya akui, di luar itu gak saya akui, yang penting dia lolos', kalimat yang Anda maksud siapa?" tanya jaksa KPK Agus Prasetya, kepada Ulum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (15/5). 

"Dia itu karena yang bermasalah KONI dan Kemenpora, dia itu sebenarnya ada Pak Menteri, ada Kejaksaan Agung, ada BPK, ada 3 orang ini yang perlu dilindungi waktu itu," jawab Ulum yang menjadi saksi untuk Imam Nahrawi. 

"Maksud saudara biar kasus ini sampai Pak Mulyana (Deputi IV Kemenpora) saja?" tanya jaksa Agus.

"Ya memang begitu, karena urusan BPK dan Kejaksaan Agung di Pak Mulyana dan KONI," jawab Ulum.

"Jangan sampai Pak Menteri?" tanya jaksa Agus.

"Ya, karena ada temuan di sana yang harus segera diselesaikan, Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara," jawab Ulum.

Mendengar kesaksian Ulum yang menyeret pihak lain, hakim kemudian meminta Ulum membeberkan aliran dana tersebut. 

"Saudara saksi detail ya, untuk BPK berapa?" tanya hakim Rosmina.

"Untuk BPK Rp 3 miliar, Kejaksaan Agung Rp 7 miliar Yang Mulia, karena mereka bercerita permasalahan ini tidak ditanggapi Sesmenpora kemudian meminta tolong untuk disampaikan ke Pak Menteri, saya kemudian mengenalkan seseorang ke Lina meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan itu dulu," jawab Ulum.

"Saudara saksi tolong detail, seseorang itu kabur, siapa sebut saja namanya," kata hakim Rosmina.

Eks Menpora Imam Nahrawi menjalani sidang dengan agenda mendegarkan saksi di Pengadilan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

"Saya meminjamkan uang atas nama saya mengatasnamakan Lilik dan Lina untuk meminjam uang Rp 7 miliar untuk mencukupi kebutuhan Kejaksaan Agung kemudian Rp 3 miliar untuk BPK, itu yang harus dibuka," jawab Ulum.

Menurut Ulum, pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejagung. 

"Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI (Komite Olimpiade Indonesia)," jawab Ulum.

Menurut Ulum, ia membantu mencarikan uang sekitar Rp 3 hingga 5 miliar dari kebutuhan sekitar Rp 7 hingga 9 miliar. 

"Karena permasalahan itulah, KONI meminta proposal pengawasan dan pendampingan itu," ujar Ulum.

Ulum pun menyebut siapa pihak di BPK dan Kejagung yang diduga menerima aliran dana itu. 

"BPK untuk inisial AQ yang terima Rp 3 miliar itu, (anggota BPK) Achsanul Qosasi. Kalau Kejaksaan Agung ke (eks Jampidsus) Andi Toegarisman. Setelah itu (pemberian uang) KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," ujar Ulum.

Adapun dalam sidang sebelumnya, terungkap BPK menemukan sejumlah anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Kemenpora, KONI, maupun cabang olahraga lainnya terkait dana Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Temuan BPK ada anggaran Satlak Prima tidak sesuai peruntukan, misalnya akomodasi yang nilainya beda dengan jumlah dicairkan, lalu penggunaan nutrisi dan seterusnya, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sesmenpora, Gatot S Dewa Broto, mengetahui kondisi tersebut dari anggota BPK Achsanul Qosasi yang memaparkan audit internal tersebut pada Agustus 2019.

Terkait kesaksian Ulum tersebut, kumparan mencoba mengklarifikasi kepada Achsanul dan Adi Toegarisman. Namun belum mendapat jawaban. 

Adapun dalam kasus ini, Imam Nahrawi didakwa menerima suap Rp 11,5 miliar. Perbuatan itu dilakukannya bersama Miftahul Ulum yang juga telah berstatus terdakwa. 

Suap diberikan Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Jhonny F Awuy selaku Bendahara Umum KONI. Suap diberikan untuk mempercepat pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora. 

Selain itu Imam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,6 miliar selama menjabat Menpora. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan seperti biaya menonton F1 hingga membayar tunggakan kredit, perjalanan ke Melbourne Australia, dan membayar baju. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar